Rabu, 20 November 2013

Tingkatan Manusia Ketika Shalat


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Tingkatan manusia ketika shalat berbeda-beda. Ada lima tingkatan yang perlu kita perhatikan sebagai tolok ukur, di tingkat manakah Anda berada.
Dalam pengantar buku Madarijus Salikin, Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan bahwa tidak akan ada yang bisa memahami dan merasakan nilai tingkatan-tingkatan ini kecuali orang-orang yang bergerak menaiki tingkatan itu. 

Tingkatan Pertama

Di sinilah letak orang-orang yang tidak menjaga waktu shalat. Ia tidak menjaga wudhu, tidak juga rukun-rukun shalat yang zhahir serta kekhusyukan. Orang semacam ini akan mendapat hukuman atas shalatnya sebagaimana disepakati oleh semua ulama.

Tingkat Kedua

Disini terletak orang-orang yang menjaga waktu shalat, menjaga wudhu dan juga rukun-rukun shalat yang zhahir, namun ia melalaikan kekhusyukan. Orang seperti ini akan dihisab shalatnya dengan keras.

Tingkatan Ketiga

Di tingkat ini terletak orang-orang yang menjaga waktu shalat, menjaga wudhu, dan juga rukun-rukun shalat yang zhahir, Ia tampak berjuang gigih melawan setan. Di awal-awal tampak ia bisa khusyuk, tapi kemudian setan berhasil mencurti perhatiannya. Ia kembali melawan, dan demikian seterusnya silih berganti. Orang seperti ini akan tertutup kekurangannnya.
Ia berjuang gigih dalam shalatnya. Tentu ia akan mendapat dua pahala, pahala shalat di bagian mana ia berhasil khusyuk dan pahala perjuangan melawan setan.
Tingkatan semacam ini sering terjadi. Sebab seseorang akan sering mengalami perubahan keadaan, dan setan pun terus berusaha untuk mendapatkan kesempatan menggoda.

Tingkatan Keempat

Ditingkat ini terletak orang-orang yang menjaga waktu shalat, menjaga wudhu, menjaga rukun-rukun shalat, dan melaksanakan shalat dengan khusyuk. Ini merupakan tingkatan yang sangat tinggi, sebab ia menang melawan setan setelah perjuangan yang amat gigih. Orang seperti ini akan mendapat pahala penuh.

Tingkatan Kelima

Tingkatan ini adalah tempat bagi orang yang menjaga penuh waktu shalat, wudhu, rukun-rukun, dan kekhusyukan. Orang ini juga menanggalkan hati dan menyerahkannya sepenuh jiwa kepada Allah SWT. Orang ini tidak lagi berada didunia. Ia ada bersama Allah. Tidak lagi terkait dengan ikatan-ikatan dunia. Ia tidak lagi melihat atau mendengar. Inilah maksud ucapan Rasulullah SAW, “Pucuk kebahagiaanku terletak di dalam shalat.” Orang semacam ini adalah orang istimewa yang dekat dengan Rabbnya.

Sungguh, kebaikan orang-orangh shalih masih merupakan kejelekan bagi orang-orang istimewa. Alangkah kasihan orang yang tidak mampu merasakan kemanisan ini.!
(Ibadah Sepenuh Hati, Amru Khalid)

***
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar