Selasa, 27 Mei 2014

PEMIMPIN DALAM PANDANGAN ISLAM


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Bismillaahirrohmaanirrohiim..

Pemimpin dalam Islam berarti umara yang sering disebut juga dengan ulul amri. Seperti yang tertera dalam QS. An-Nisa ayat 5:


“Hai orang-orang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri diantara kamu”.

Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa ulil amri, umara atau penguasa adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan orang lain. Dengan kata lain, pemimpin itu adalah orang yang mendapat amanah untuk mengurus urusan rakyat. Jika ada pemimpin yang tidak mau mengurus kepentingan rakyat, maka ia bukanlah pemimpin (yang sesungguhnya).


Pemimpin sering juga disebut khadimul ummah (pelayan umat). Menurut istilah itu, seorang pemimpin harus menempatkan diri pada posisi sebagai pelayan masyarakat, bukan minta dilayani. Dengan demikian, hakikat pemimpin sejati adalah seorang pemimpin yang sanggup dan bersedia menjalankan amanat Allah SWT untuk mengurus dan melayani umat/masyarakat.

Hakikat Kepemimpinan

Al-Quran dan Hadits sebagai pedoman hidup umat Islam sudah mengatur sejak awal bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi seorang pemimpin. Ada dua hal yang harus dipahami tentang hakikat kepemimpinan.

Pertama, kepemimpinan dalam pandangan Al-Quran bukan sekedar kontrak sosial antara sang pemimpin dengan masyarakatnya, tetapi merupakan ikatan perjanjian antara dia dengan Allah SWT.
Kepemimpinan adalah amanah, titipan Allah SWT, bukan sesuatu yang diminta apalagi dikejar dan diperebutkan. Sebab kepemimpinan melahirkan kekuasaan dan wewenang yang gunanya semata-mata untuk memudahkan dalam menjalankan tanggung jawab melayani rakyat. Semakin tinggi kekuasaan seseorang, hendaknya semakin meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Bukan sebaliknya, digunakan sebagai peluang untuk memperkaya diri, bertindak zalim dan sewenang-wenang. Balasan dan upah seorang pemimpin sesungguhnya hanya dari Allah SWT di akhirat kelak, bukan kekayaan dan kemewahan di dunia.
Karena itu pula, ketika sahabat Nabi SAW, Abu Dzarr, meminta suatu jabatan, Nabi saw bersabda:

“Kamu lemah, dan ini adalah amanah sekaligus dapat menjadi sebab kenistaan dan penyesalan di hari kemudian (bila disia-siakan)”
 (H.R. Muslim).

Sikap yang sama juga ditunjukkan Nabi Muhammad SAW ketika seseorang meminta jabatan kepada beliau, dimana orang itu berkata:


“Ya Rasulullah, berilah kepada kami jabatan pada salah satu bagian yang diberikan Allah kepadamu. “Maka jawab Rasulullah SAW: “Demi Allah Kami tidak mengangkat seseorang pada suatu jabatan kepada orang yang menginginkan atau ambisi pada jabatan itu” (H.R. Bukhari Muslim).

Kedua, kepemimpinan menuntut keadilan. Keadilan adalah lawan dari penganiayaan, penindasan dan pilih kasih. Keadilan harus dirasakan oleh semua pihak dan golongan. Diantara bentuknya adalah dengan mengambil keputusan yang adil antara dua pihak yang berselisih, mengurus dan melayani semua lapisan masyarakat tanpa memandang agama, etnis, budaya, dan latar belakang. Lihat Q. S. Shad (38): 22,

“Wahai Daud, Kami telah menjadikan kamu khalifah di bumi, maka berilah putusan antara manusia dengan hak (adil) dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu”.

Kriteria Pemimpin

Para ulama telah lama menelusuri Al-Quran dan Hadits dan menyimpulkan minimal ada empat kriteria yang harus dimiliki oleh seseorang sebagai syarat untuk menjadi pemimpin. Semuanya terkumpul di dalam empat sifat yang dimiliki oleh para nabi/rasul sebagai pemimpin umatnya, yaitu:

(1). Shidiq,
yaitu jujur, kebenaran dan kesungguhan dalam bersikap, berucap dan bertindak di dalam melaksanakan tugasnya. Lawannya adalah bohong.

(2). Amanah,
yaitu kepercayaan yang menjadikan dia memelihara dan menjaga sebaik-baiknya apa yang diamanahkan kepadanya, baik dari orang-orang yang dipimpinnya, terlebih lagi dari Allah SWT. Lawannya adalah khianat.

(3) Fathonah,
yaitu kecerdasan, cakap, dan handal yang melahirkan kemampuan menghadapi dan menanggulangi persoalan yang muncul. Lawannya adalah bodoh.

(4). Tabligh,
yaitu penyampaian secara jujur dan bertanggung jawab atas segala tindakan yang diambilnya (akuntabilitas dan transparansi). Misalnya harus mampu mengkomunikasikan dengan baik kepada rakyat visi, misi dan program-programnya serta segala macam peraturan yang ada secara jujur dan transparan. Lawannya adalah menutup-nutupi (kekurangan) dan melindungi (kesalahan).

Selain ke empat sifat diatas, perlu diketahui pula syarat pemimpin dalam Islam lainnya seperti yang dijabarkan berikut ini:

1.Beragama Islam, Beriman dan Beramal Shaleh,

Pemimpin beragama Islam (QS. Al-Maaidah 5: 51), dan sudah barang tentu pemimpin orang yang beriman, bertaqwa, selalu menjalankan perintah Allah dan rasulnya. Karena ini merupakan jalan kebenaran yang membawa kepada kehidupan yang damai, tentram, dan bahagia dunia maupun akherat. Disamping itu juga harus yang mengamalkan keimanannya itu yaitu dalam bentuk amal soleh.

2. Niat yang Lurus,

Sesungguhnya setiap amal perbuatan tergantung pada niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) sesuai dengan niatnya…
(HR Bukhari&Muslim).

Karena itu hendaklah menjadi seorang pemimpin hanya karena mencari keridhoan Allah.

3. Laki-Laki,

Dalam Al-qur’an surat An nisaa’ (4) :34 telah diterangkan bahwa laki laki adalah pemimpin dari kaum wanita.

“Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan)…”.

Selain itu rasullulah SAW pun bersabda:

“Tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusan (kepemimpinan) mereka kepada seorang wanita.” 
(HR Al-Bukhari).

4. Tidak Meminta Jabatan,

Rasullullah S.A.W. bersabda kepada Abdurrahman bin Samurah Radhiyallahu’anhu,


”Wahai Abdul Rahman bin samurah! Janganlah kamu meminta untuk menjadi pemimpin. Sesungguhnya jika kepemimpinan diberikan kepada kamu karena permintaan, maka kamu akan memikul tanggung jawab sendirian, dan jika kepemimpinan itu diberikan kepada kamu bukan karena permintaan, maka kamu akan dibantu untuk menanggungnya.” (HR Bukhari&Muslim)

5. Berpegang pada Hukum Allah,

Allah S.W.T.  berfirman,

”Dan hendaklah kamu memutuskan perkara diantara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka.” 
(Al-Maaidah:49).

6. Memutuskan Perkara Dengan Adil,

Rasulullah S.A.W. bersabda,

”Tidaklah seorang pemimpin mempunyai perkara kecuali ia akan datang dengannya pada hari kiamat dengan kondisi terikat, entah ia akan diselamatkan oleh keadilan, atau akan dijerusmuskan oleh kezhalimannya.”
(HR Baihaqi dari Abu Hurairah dalam kitab Al-Kabir).

7. Tidak Menerima Hadiah,

Seorang rakyat yang memberikan hadiah kepada seorang pemimpin pasti mempunyai maksud tersembunyi, entah ingin mendekati atau mengambil hati. Oleh karena itu, hendaklah seorang pemimpin menolak pemberian hadiah dari rakyatnya. Rasulullah S.A.W.  bersabda,

“Pemberian hadiah kepada pemimpin adalah pengkhianatan.” 
(HR Thabrani).

8. Kuat dan Sehat,

…sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya
(Al Qashas 28: 26).

9. BerLemah Lembut,

Doa Rasullullah S.A.W. :

“Ya Allah, barangsiapa mengurus satu perkara umatku lalu ia mempersulitnya, maka persulitlah ia, dan barang siapa yang mengurus satu perkara umatku lalu ia berlemah lembut kepada mereka, maka berlemah lembutlah kepadanya”

10. Tegas dan bukan Peragu,

 Rasulullah S.A.W. bersabda,

“Jika seorang pemimpin menyebarkan keraguan dalam masyarakat, ia akan merusak mereka.” 
(Riwayat Imam Ahmad, Abu Dawud, dan Al-hakim).

Memilih Pemimpin

Dengan mengetahui hakikat kepemimpinan di dalam Islam serta kriteria dan sifat-sifat apa saja yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin, maka kita wajib untuk memilih pemimpin sesuai dengan petunjuk Al-Quran dan Hadits. Pertanggung jawaban atas pengangkatan seseorang pemimpin akan dikembalikan kepada siapa yang mengangkatnya (masyarakat tersebut). Dengan kata lain masyarakat harus selektif dalam memilih pemimpin dan hasil pilihan mereka adalah “cermin” siapa mereka. Hal ini sesuai dengan pepatah yang berbunyi:

“Sebagaimana keadaan kalian, demikian terangkat pemimpin kalian”.

Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu pernah ditanya oleh seseorang:

“Mengapa saat Abu Bakar dan Umar menjabat sebagai khalifah kondisinya tertib, namun saat Utsman dan engkau yang menjadi khalifah kondisinya kacau?

Jawab Ali:

“Karena saat Abu Bakar dan Umar menjadi khalifah, mereka didukung oleh orang-orang seperti aku dan Utsman, namun saat Utsman dan aku yang menjadi khalifah, pendukungnya adalah kamu dan orang-orang sepertimu”
(Syadzaraat Adz Dzhahab 1/51).


“Apabila Allah menghendaki kebaikan bagi suatu kaum maka dijadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang bijaksana dan dijadikan ulama-ulama mereka menangani hukum dan peradilan. Juga Allah jadikan harta-benda ditangan orang-orang yang dermawan. Namun, jika Allah menghendaki keburukan bagi suatu kaum maka Dia menjadikan pemimpin-pemimpin mereka orang-orang yang berakhlak rendah. DijadikanNya orang-orang dungu yang menangani hukum dan peradilan, dan harta berada di tangan orang-orang kikir.” (HR. Ad-Dailami)

Demikianlah Al-Quran dan Hadits menekankan bagaimana seharusnya kita memilih dan menjadi pemimpin. Sebab memilih pemimpin dengan baik dan benar adalah sama pentingnya dengan menjadi pemimpin yang baik dan benar.

Wallahu ‘alam Bisshawab.
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar