Berdakwah merupakan perkataan yang paling mulia sebagaimana firman-Nya :
"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri."
(QS Fushilat: 33)
Dan walhamdulillah dibandingkan di dunia nyata, dakwah di dunia maya mempunyai beberapa kelebihan :
Agar dakwah kita di dunia maya berhasil maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Ikhlas antara pujian dan celaan
Yang paling penting sebelum berdakwah, adalah meluruskan niat karena Allah ta’ala, bahwa kita berdakwah untuk mewarnai bukan diwarnai. Termasuk juga jangan ikut-ikutan memberi laqab, jika dari komentar-komentar kita karena ketidak sukaannya ada yang memberikan panggilan yang buruk kepada kita. Bila mereka memberikan komentar "dasar wahabi', "dasar jenggot', biarkan saja karena hal tersebut biasa dalam dakwah. Dulu Rasulullah shallalalhu 'alaihi wasallam pun juga sering diberikan gelar-gelar yang buruk seperti tukang sihir atau orang gila.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata :
"Beliau [rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam] tidak pernah membalas suatu kesalahan yang dilakukan orang kecuali bila keharaman-keharaman Allah 'azza wajalla dilanggar, beliau membalas karena Allah 'azza wajalla."
[HR. Muslim no. 2328, ]
dan dalam riwayat al-Bukhary no. 6786 :
"Demi Allah, beliau tidak pernah marah karena kepentingan pribadi, dan jika kehormatan Allah dilanggar, beliau marah karena Allah."
Allah Ta'ala berfirman :
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia."
(QS. Fushilat : 34)
Termasuk tanda bila kita sudah keluar dari dakwah yang seharusnya, bila :
a. Suka dengan pujian.
b. Tujuannya sudah tidak lillah tapi ke-aku-an.
c. Membalas makian dengan makian.
Orang yang ikhlas berdakwah karena Allah ta’ala, maka akan sama baginya antara dipuji atau pun dicaci. Ia tidak merasa untung dengan pujian atau pun rugi karena cacian. Ia tidak menanti pujian dan tidak gentar dengan makian. Bila kita tidak siap dimaki, maka jangan buka komentar, dikhawatirkan akan mengganggu keikhlasan.
2. Kuasa Emosi Anda
Merupakan perkara yang susah dalam berdakwah, karena kita cenderung membalas dengan yang sama bahkan lebih.
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha berkata :
"Sekelompok orang Yahudi datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu mereka mengucapkan; "As-Saamu 'alaika (Kebinasaan atasmu)." Beliau menjawab: 'Wa 'alaikum (Dan atas kalian juga).' Kemudian Aisyah berkata; 'As-Saamu 'alaikum wala'anakumullah wa ghadziba 'alaikum (Semoga kebinasaan atas kalian, dan laknat Allah serta murka Allah menimpa kalian).' Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Pelan-pelan wahai Aisyah, hendaklah kamu berlemah lembut dan janganlah kamu kasar atau berkata keji.' Aku berkata; 'Apakah anda tidak mendengar apa yang diucapkan mereka? ' Beliau bersabda: 'Apakah kamu tidak mendengar ucapanku, sebenarnya aku tadi telah menjawabnya, maka do'aku atas mereka telah dikabulkan, sementara do'a mereka atasku tidak akan terkabulkan.'
(HR. al-Bukhari no. 6401)
Perhatikan, bahwa Nabi shalallalhu 'alaihi wasallam membalasnya sekali dan sepadan, namun Aisyah radhiyallahu 'anha karena tidak bisa menguasai emosinya beliau membalas mendoakannya tiga kali. Padahal doa mereka (orang Yahudi) tidaklah dikabulkan, dan doa mukmin atas mereka dikabulkan. Dan pentingnya kelembutan dalam berdakwah bisa kita lihat di dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
Perhatikan bagaimana Ali bin Abi Thalib bersikap terhadap mereka yang memeranginya, dalam Mushonnaf Abdurrazzaq nomor 18656, dari Al-Hasan :
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu ditanya tentang al-haruriyah (khawarij), mereka bertanya,
"Ya Amirul Mu'minin, apakah mereka itu orang-orang kafir?"
Beliau menjawab,
"Mereka menjauhi kekufuran."
Kemudian beliau ditanya,
"Apakah mereka munafiq?"
Beliau menjawab,
"Sesungguhnya orang munafiq itu tidak mengingat Allah kecuali sedikit, sedangkan mereka banyak mengingat Allah."
Ditanyakan kembali,
"Lalu siapakah mereka?"
Beliau menjawab,
"Mereka kaum yang terjerumus dalam fitnah, sehingga mereka itu tuli dan buta."
Di riwayat lain, ketika ditanya tentang yang memeranginya di perang Jamal, Ali radhiyallahu 'anhu berkata :
"Mereka masih saudara kita yang bertindak zhalim terhadap kita."
[Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 7/535]
Termasuk menguasai emosi adalah kita tidak melayani komentar-komentar ahlul bid'ah dan orang jahil. Termasuk kebodohan, jika kita akhirnya capek sendiri meladeni mereka terus menerus. Allah ta’ala berfirman :
"Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan."
(QS al-Furqan: 63)
3. Melakukan Hal 3 dan Menjauhi 3 Hal
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tiga hal yang menyelamatkan :
1. Takut kepada Allah di saat sunyi dan ramai
2. Berlaku adil di saat senang dan marah
3. Sederhana di saat miskin dan kaya
dan tiga hal yang membinasakan :
1. Hawa nafsu yang diikuti
2. Bersikap kikir
3. Membanggakan diri sendiri."
[Shahihul Jami' no. 3039]
4. Persiapkan Baik-Baik
Persiapkan apa yang akan kita tulis, jangan asal tulis, jangan pernah menulis kecuali yang baik karena semuanya akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Azza wa Jalla. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika mengutus Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu ke Yaman, beliau bersabda :
"Engkau akan mendatangi kaum ahli kitab."
(HR. al-Bukhori no. 4347)
5. Kenali Sasaran Anda
Pertimbangkan dahulu siapa saja yang akan membaca artikel atau posting kita. Gunakanlah bahasa awam, bukan bahasa kajian. Jika bahasa kajian, maka hanya teman kita yang faham saja yang akan membacanya. Pertimbangkan juga efek dari tulisan kita, menimbulkan efek positifkah atau justru negatif. Juga hindari bahasa menyalahkan, sehingga timbul kesan "antum [kelompok antum] ini maunya benar sendiri.". Mendahulukan tarbiyah daripada tashfiyah. Ingat, bahwa status/artikel kita lebih mirip ibarat jala ketimbang pancing, yang semua ikan bisa masuk. Begitu juga yang membaca dakwah kita, dari orang yang masih jahil, hingga yang memusuhi dakwah.
Ali radhiyallahu 'anhu berkata :
"Berbicaralah dengan manusia sesuai dengan kadar pemahaman mereka, apakah kalian ingin jika Allah dan rasul-Nya didustakan?"
[HR. al-Bukhori no. 127]
6. Waspadai Opini Publik
Mewaspadai opini publik terutama dari saudara-saudara kita yang belum memahami dakwah sehingga menimbulkan image yang buruk. Lihat opini yang timbul di luar, "Tuh sesama ustadz saling menghajr."
Lihat kisah yang diberitakan oleh sahabat Jabir radhiyallahu 'anhu, suatu ketika dalam satu peperangan -sekali waktu Sufyan mengatakan; Dalam suatu perkumpulan pasukan- tiba-tiba seorang laki-laki dari kalangan Anshar mendorong seseorang dari Anshar, maka sang Anshar pun menyeru, "Wahai orang-orang Anshar." Dan sang Muhajir pun berkata, "Wahai orang-orang Muhajirin." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun mendengar hal itu, maka beliau bersabda:
"Kenapa panggilan-panggilan Jahiliyyah itu masih saja kalian lestarikan?"
para sahabat pun berkata,
"Wahai Rasulullah, seorang laki-laki dari kalangan Muhajirin mendorong seorang dari Anshar."
Akhirnya beliau bersabda:
"Tinggalkanlah, karena hal itu adalah sesuatu yang busuk."
Abdullah bin Ubbay yang mendengar hal itu berkata, "Lakukanlah hal itu. Demi Allah, jika kita kembali ke Madinah, niscaya orang-orang mulia akan mengusir orang-orang hina darinya." Berita ungkapan itu pun sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Kemudian Umar berdiri,
"Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk menebas leher seorang munafik ini." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Biarkanlah ia, sehingga orang-orang tidak berkomentar bahwa Muhammad membunuh sahabatnya."
(HR. al-Bukhori no. 4905, 4907, Muslim no. 2584)
Yang dimaksud manusia disini adalah orang-orang non muslim, karena di kalangan shahabat sendiri sudah mafhum bahwa Abdullah bin Ubbay adalah seorang munafik. Jadi yang dikhawatirkan adalah bagaimana opini dari Yahudi dan Nasrani seandainya Abdullah bin Ubay dibunuh... [Allahu a'lam]
7. Hindari Umpatan dan Makian
Aisyah radhiyallahu 'anha menceritakan :
"Seorang laki-laki meminta izin kepada Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam, beliau lalu bersabda:
"Izinkanlah dia masuk, amat buruklah saudara 'Asyirah (maksudnya kabilah) ini atau amat buruklah Ibnul Asyirah (maksudnya kabilah) ini." Ketika orang itu duduk, beliau berbicara kepadanya dengan suara yang lembut, lalu aku bertanya; "Wahai Rasulullah, anda berkata seperti ini dan ini, namun setelah itu anda berbicara dengannya dengan suara yang lembut, Maka beliau bersabda:
"Wahai 'A`isyah, sesungguhnya seburuk-buruk kedudukan manusia di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang ditinggalkan oleh manusia karena takut akan kekejiannya."
[HR. al-Bukhori no. 6131, Muslim no. 2591]
8. Awas! Jangan Kacaukan Dakwah
Hindari bahasa menyerang, karena akan berhadapan dengan saudara sendiri, dan itu akan merugikan dakwah. Jangan sampai update status kita justru membuat orang lari dari dakwah.
'Uqbah bin 'Amr radhiyallahu 'anhu berkata :
Seseorang mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata; Aku sengaja melambatkan diri pada shalat shubuh karena si fulan yang memperlama shalatnya bersama kami. Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam begitu marah seperti saat itu, beliau bersabda;
"Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya diantara kalian ada yang membuat orang lari. Siapa saja diantara kalian yang mengimami shalat hendaklah mempercepat karena diantara mereka ada yang lemah, tua dan punya keperluan."
[HR. Ahmad no. 22344, menurut syaikh al-Arnauth sanadnya shahih sesuai syarat asy-Syaikhani]
9. Pahami Syari'at Targhib dan Tarhib
Proporsional dalam memotivasi (targhib) dan memberikan warning (tarhib), jangan langsung kita memberikan warning.
Allah Ta'ala berfirman :
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(QS. An-Nisa : 165)
Dalam tafsir ath-Thabari [juz 9 hal. 195] disebutkan :
Seorang wanita datang kepada Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu 'anhu, dia bertanya perihal wanita berzina kemudian hamil lalu ia membunuh anak hasil zinanya. Abdullah bin Mughaffal menjawab, "Apa untuknya? Untuknya neraka!" Wanita tersebut segera berpaling sambil terisak-isak menangis. Maka Abdullah bin Mughaffal memanggilnya kembali seraya berkata, "Tidaklah aku melihat urusanmu kecuali salah satu dari dua hal : "Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(an-Nisa': 110) kemudian wanita tersebut mengusap matanya dan segera pergi.
Lihat juga hadits yang disampaikan oleh Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu :
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunggang kendaraan sementara Mu'adz membonceng di belakangnya. Beliau lalu bersabda:
"Wahai Mu'adz bin Jabal!"
Mu'adz menjawab:
"Wahai Rasulullah, aku penuhi panggilanmu."
Beliau memanggil kembali:
"Wahai Mu'adz!"
Mu'adz menjawab:
"Wahai Rasulullah, aku penuhi panggilanmu."
Hal itu hingga terulang tiga kali, beliau lantas bersabda:
"Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah, tulus dari dalam hatinya, kecuali Allah akan mengharamkan baginya neraka."
Mu'adz lalu bertanya:
"Apakah boleh aku memberitahukan hal itu kepada orang, sehingga mereka bergembira dengannya?"
Beliau menjawab:
"Nanti mereka jadi malas (untuk beramal)."
Mu'adz lalu menyampaikan hadits itu ketika dirinya akan meninggal karena takut dari dosa."
(HR. al-Bukhori no. 128)
Semoga bermanfaat
Maraji :
Makalah seminar dari ustadz M. Arifin Baderi [Seni Berdakwah di Dunia Maya]
"Siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: "Sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang menyerah diri."
(QS Fushilat: 33)
Dan walhamdulillah dibandingkan di dunia nyata, dakwah di dunia maya mempunyai beberapa kelebihan :
- Murah, tidak mengeluarkan ongkos transportasi dan lain-lain kecuali untuk berlangganan internetnya.
- Lintas Waktu, artikel atau posting seseorang bisa dibaca kapan saja.
- Tanpa beban perasaan, berbeda dengan dakwah di mimbar yang mungkin ada resiko yang berbeda.
- Lintas benua, artikel dakwah kita bisa dinikmati hingga penjuru dunia.
Agar dakwah kita di dunia maya berhasil maka ada beberapa hal yang perlu diperhatikan :
1. Ikhlas antara pujian dan celaan
Yang paling penting sebelum berdakwah, adalah meluruskan niat karena Allah ta’ala, bahwa kita berdakwah untuk mewarnai bukan diwarnai. Termasuk juga jangan ikut-ikutan memberi laqab, jika dari komentar-komentar kita karena ketidak sukaannya ada yang memberikan panggilan yang buruk kepada kita. Bila mereka memberikan komentar "dasar wahabi', "dasar jenggot', biarkan saja karena hal tersebut biasa dalam dakwah. Dulu Rasulullah shallalalhu 'alaihi wasallam pun juga sering diberikan gelar-gelar yang buruk seperti tukang sihir atau orang gila.
Aisyah radhiyallahu 'anha berkata :
"Beliau [rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam] tidak pernah membalas suatu kesalahan yang dilakukan orang kecuali bila keharaman-keharaman Allah 'azza wajalla dilanggar, beliau membalas karena Allah 'azza wajalla."
[HR. Muslim no. 2328, ]
dan dalam riwayat al-Bukhary no. 6786 :
"Demi Allah, beliau tidak pernah marah karena kepentingan pribadi, dan jika kehormatan Allah dilanggar, beliau marah karena Allah."
Allah Ta'ala berfirman :
"Dan tidaklah sama kebaikan dan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia."
(QS. Fushilat : 34)
Termasuk tanda bila kita sudah keluar dari dakwah yang seharusnya, bila :
a. Suka dengan pujian.
b. Tujuannya sudah tidak lillah tapi ke-aku-an.
c. Membalas makian dengan makian.
Orang yang ikhlas berdakwah karena Allah ta’ala, maka akan sama baginya antara dipuji atau pun dicaci. Ia tidak merasa untung dengan pujian atau pun rugi karena cacian. Ia tidak menanti pujian dan tidak gentar dengan makian. Bila kita tidak siap dimaki, maka jangan buka komentar, dikhawatirkan akan mengganggu keikhlasan.
2. Kuasa Emosi Anda
Merupakan perkara yang susah dalam berdakwah, karena kita cenderung membalas dengan yang sama bahkan lebih.
Dari Aisyah radhiyallahu 'anha berkata :
"Sekelompok orang Yahudi datang menemui Nabi shallallahu 'alaihi wasallam, lalu mereka mengucapkan; "As-Saamu 'alaika (Kebinasaan atasmu)." Beliau menjawab: 'Wa 'alaikum (Dan atas kalian juga).' Kemudian Aisyah berkata; 'As-Saamu 'alaikum wala'anakumullah wa ghadziba 'alaikum (Semoga kebinasaan atas kalian, dan laknat Allah serta murka Allah menimpa kalian).' Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Pelan-pelan wahai Aisyah, hendaklah kamu berlemah lembut dan janganlah kamu kasar atau berkata keji.' Aku berkata; 'Apakah anda tidak mendengar apa yang diucapkan mereka? ' Beliau bersabda: 'Apakah kamu tidak mendengar ucapanku, sebenarnya aku tadi telah menjawabnya, maka do'aku atas mereka telah dikabulkan, sementara do'a mereka atasku tidak akan terkabulkan.'
(HR. al-Bukhari no. 6401)
Perhatikan, bahwa Nabi shalallalhu 'alaihi wasallam membalasnya sekali dan sepadan, namun Aisyah radhiyallahu 'anha karena tidak bisa menguasai emosinya beliau membalas mendoakannya tiga kali. Padahal doa mereka (orang Yahudi) tidaklah dikabulkan, dan doa mukmin atas mereka dikabulkan. Dan pentingnya kelembutan dalam berdakwah bisa kita lihat di dalam hadits lain, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda :
“Sesungguhnya kelembutan tidak ada pada sesuatu kecuali akan membuatnya indah dan tidak dicabut dari sesuatu kecuali membuatnya rusak.” (HR. Muslim no. 2594)
Perhatikan bagaimana Ali bin Abi Thalib bersikap terhadap mereka yang memeranginya, dalam Mushonnaf Abdurrazzaq nomor 18656, dari Al-Hasan :
Ali bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu ditanya tentang al-haruriyah (khawarij), mereka bertanya,
"Ya Amirul Mu'minin, apakah mereka itu orang-orang kafir?"
Beliau menjawab,
"Mereka menjauhi kekufuran."
Kemudian beliau ditanya,
"Apakah mereka munafiq?"
Beliau menjawab,
"Sesungguhnya orang munafiq itu tidak mengingat Allah kecuali sedikit, sedangkan mereka banyak mengingat Allah."
Ditanyakan kembali,
"Lalu siapakah mereka?"
Beliau menjawab,
"Mereka kaum yang terjerumus dalam fitnah, sehingga mereka itu tuli dan buta."
Di riwayat lain, ketika ditanya tentang yang memeranginya di perang Jamal, Ali radhiyallahu 'anhu berkata :
"Mereka masih saudara kita yang bertindak zhalim terhadap kita."
[Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 7/535]
Termasuk menguasai emosi adalah kita tidak melayani komentar-komentar ahlul bid'ah dan orang jahil. Termasuk kebodohan, jika kita akhirnya capek sendiri meladeni mereka terus menerus. Allah ta’ala berfirman :
"Dan hamba-hamba Tuhan yang Maha Penyayang itu (ialah) orang-orang yang berjalan di atas bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata (yang mengandung) keselamatan."
(QS al-Furqan: 63)
3. Melakukan Hal 3 dan Menjauhi 3 Hal
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda :
"Tiga hal yang menyelamatkan :
1. Takut kepada Allah di saat sunyi dan ramai
2. Berlaku adil di saat senang dan marah
3. Sederhana di saat miskin dan kaya
dan tiga hal yang membinasakan :
1. Hawa nafsu yang diikuti
2. Bersikap kikir
3. Membanggakan diri sendiri."
[Shahihul Jami' no. 3039]
4. Persiapkan Baik-Baik
Persiapkan apa yang akan kita tulis, jangan asal tulis, jangan pernah menulis kecuali yang baik karena semuanya akan dimintai pertanggung jawaban oleh Allah Azza wa Jalla. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ketika mengutus Mu'adz bin Jabal radhiyallahu 'anhu ke Yaman, beliau bersabda :
"Engkau akan mendatangi kaum ahli kitab."
(HR. al-Bukhori no. 4347)
5. Kenali Sasaran Anda
Pertimbangkan dahulu siapa saja yang akan membaca artikel atau posting kita. Gunakanlah bahasa awam, bukan bahasa kajian. Jika bahasa kajian, maka hanya teman kita yang faham saja yang akan membacanya. Pertimbangkan juga efek dari tulisan kita, menimbulkan efek positifkah atau justru negatif. Juga hindari bahasa menyalahkan, sehingga timbul kesan "antum [kelompok antum] ini maunya benar sendiri.". Mendahulukan tarbiyah daripada tashfiyah. Ingat, bahwa status/artikel kita lebih mirip ibarat jala ketimbang pancing, yang semua ikan bisa masuk. Begitu juga yang membaca dakwah kita, dari orang yang masih jahil, hingga yang memusuhi dakwah.
Ali radhiyallahu 'anhu berkata :
"Berbicaralah dengan manusia sesuai dengan kadar pemahaman mereka, apakah kalian ingin jika Allah dan rasul-Nya didustakan?"
[HR. al-Bukhori no. 127]
6. Waspadai Opini Publik
Mewaspadai opini publik terutama dari saudara-saudara kita yang belum memahami dakwah sehingga menimbulkan image yang buruk. Lihat opini yang timbul di luar, "Tuh sesama ustadz saling menghajr."
Lihat kisah yang diberitakan oleh sahabat Jabir radhiyallahu 'anhu, suatu ketika dalam satu peperangan -sekali waktu Sufyan mengatakan; Dalam suatu perkumpulan pasukan- tiba-tiba seorang laki-laki dari kalangan Anshar mendorong seseorang dari Anshar, maka sang Anshar pun menyeru, "Wahai orang-orang Anshar." Dan sang Muhajir pun berkata, "Wahai orang-orang Muhajirin." Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun mendengar hal itu, maka beliau bersabda:
"Kenapa panggilan-panggilan Jahiliyyah itu masih saja kalian lestarikan?"
para sahabat pun berkata,
"Wahai Rasulullah, seorang laki-laki dari kalangan Muhajirin mendorong seorang dari Anshar."
Akhirnya beliau bersabda:
"Tinggalkanlah, karena hal itu adalah sesuatu yang busuk."
Abdullah bin Ubbay yang mendengar hal itu berkata, "Lakukanlah hal itu. Demi Allah, jika kita kembali ke Madinah, niscaya orang-orang mulia akan mengusir orang-orang hina darinya." Berita ungkapan itu pun sampai kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Kemudian Umar berdiri,
"Wahai Rasulullah, izinkanlah aku untuk menebas leher seorang munafik ini." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"Biarkanlah ia, sehingga orang-orang tidak berkomentar bahwa Muhammad membunuh sahabatnya."
(HR. al-Bukhori no. 4905, 4907, Muslim no. 2584)
Yang dimaksud manusia disini adalah orang-orang non muslim, karena di kalangan shahabat sendiri sudah mafhum bahwa Abdullah bin Ubbay adalah seorang munafik. Jadi yang dikhawatirkan adalah bagaimana opini dari Yahudi dan Nasrani seandainya Abdullah bin Ubay dibunuh... [Allahu a'lam]
7. Hindari Umpatan dan Makian
Aisyah radhiyallahu 'anha menceritakan :
"Seorang laki-laki meminta izin kepada Nabi Shallalahu 'alaihi wa sallam, beliau lalu bersabda:
"Izinkanlah dia masuk, amat buruklah saudara 'Asyirah (maksudnya kabilah) ini atau amat buruklah Ibnul Asyirah (maksudnya kabilah) ini." Ketika orang itu duduk, beliau berbicara kepadanya dengan suara yang lembut, lalu aku bertanya; "Wahai Rasulullah, anda berkata seperti ini dan ini, namun setelah itu anda berbicara dengannya dengan suara yang lembut, Maka beliau bersabda:
"Wahai 'A`isyah, sesungguhnya seburuk-buruk kedudukan manusia di sisi Allah pada hari kiamat adalah orang yang ditinggalkan oleh manusia karena takut akan kekejiannya."
[HR. al-Bukhori no. 6131, Muslim no. 2591]
8. Awas! Jangan Kacaukan Dakwah
Hindari bahasa menyerang, karena akan berhadapan dengan saudara sendiri, dan itu akan merugikan dakwah. Jangan sampai update status kita justru membuat orang lari dari dakwah.
'Uqbah bin 'Amr radhiyallahu 'anhu berkata :
Seseorang mendatangi Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam lalu berkata; Aku sengaja melambatkan diri pada shalat shubuh karena si fulan yang memperlama shalatnya bersama kami. Aku tidak pernah melihat Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam begitu marah seperti saat itu, beliau bersabda;
"Wahai sekalian manusia! Sesungguhnya diantara kalian ada yang membuat orang lari. Siapa saja diantara kalian yang mengimami shalat hendaklah mempercepat karena diantara mereka ada yang lemah, tua dan punya keperluan."
[HR. Ahmad no. 22344, menurut syaikh al-Arnauth sanadnya shahih sesuai syarat asy-Syaikhani]
9. Pahami Syari'at Targhib dan Tarhib
Proporsional dalam memotivasi (targhib) dan memberikan warning (tarhib), jangan langsung kita memberikan warning.
Allah Ta'ala berfirman :
(Mereka Kami utus) selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
(QS. An-Nisa : 165)
Dalam tafsir ath-Thabari [juz 9 hal. 195] disebutkan :
Seorang wanita datang kepada Abdullah bin Mughaffal radhiyallahu 'anhu, dia bertanya perihal wanita berzina kemudian hamil lalu ia membunuh anak hasil zinanya. Abdullah bin Mughaffal menjawab, "Apa untuknya? Untuknya neraka!" Wanita tersebut segera berpaling sambil terisak-isak menangis. Maka Abdullah bin Mughaffal memanggilnya kembali seraya berkata, "Tidaklah aku melihat urusanmu kecuali salah satu dari dua hal : "Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan dan menganiaya dirinya, kemudian ia mohon ampun kepada Allah, niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
(an-Nisa': 110) kemudian wanita tersebut mengusap matanya dan segera pergi.
Lihat juga hadits yang disampaikan oleh Anas bin Malik radhiyallahu 'anhu :
"Bahwasanya Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menunggang kendaraan sementara Mu'adz membonceng di belakangnya. Beliau lalu bersabda:
"Wahai Mu'adz bin Jabal!"
Mu'adz menjawab:
"Wahai Rasulullah, aku penuhi panggilanmu."
Beliau memanggil kembali:
"Wahai Mu'adz!"
Mu'adz menjawab:
"Wahai Rasulullah, aku penuhi panggilanmu."
Hal itu hingga terulang tiga kali, beliau lantas bersabda:
"Tidaklah seseorang bersaksi bahwa tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan Muhammad adalah Rasulullah, tulus dari dalam hatinya, kecuali Allah akan mengharamkan baginya neraka."
Mu'adz lalu bertanya:
"Apakah boleh aku memberitahukan hal itu kepada orang, sehingga mereka bergembira dengannya?"
Beliau menjawab:
"Nanti mereka jadi malas (untuk beramal)."
Mu'adz lalu menyampaikan hadits itu ketika dirinya akan meninggal karena takut dari dosa."
(HR. al-Bukhori no. 128)
Semoga bermanfaat
Maraji :
Makalah seminar dari ustadz M. Arifin Baderi [Seni Berdakwah di Dunia Maya]
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar