Senin, 10 Februari 2014

WAKTU SHOLAT


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa telah masuknya waktu sholat, adalah salah satu syarat sahnya sholat fardhu. Maka sholat seseorang yang dikerjakan di luar waktunya (belum masuk waktunya) akan menjadi batal karena tidak sah !

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”. (QS. At-Tahrim : 6)


“Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali ‘Imraan:31)


Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا

“Sesungguhnya shalat itu merupakan kewajiban yang ditetapkan waktunya bagi kaum mukminin.” (QS. An-Nisa`: 103)

أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْءَانَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْءَانَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُودًا

“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan dirikan pula shalat subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan oleh malaikat.” (QS. Al-Isra`: 78)

Shalat dianggap sah dikerjakan apabila telah masuk waktunya. Dan shalat yang dikerjakan pada waktunya ini memiliki keutamaan.

Sebagaimana ditunjukkan dalam hadits Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu:

Aku pernah bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, 

“Amal apakah yang paling dicintai oleh Allah?” 

Beliau menjawab, 

“Shalat pada waktunya.” 

“Kemudian amalan apa?” tanya Ibnu Mas`ud

“Berbuat baik kepada kedua orangtua,” jawab beliau. 

“Kemudian amal apa?” tanya Ibnu Mas’ud lagi. 

“Jihad fi sabilillah,” jawab beliau.” (HR. Al-Bukhari no. 527 dan Muslim no. 248)

Sebaliknya, bila shalat telah disia-siakan untuk dikerjakan pada waktunya maka ini merupakan musibah karena menyelisihi petunjuk Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu, seperti yang dikisahkan Az-Zuhri rahimahullahu, ia berkata, 

“Aku masuk menemui Anas bin Malik di Damaskus, saat itu ia sedang menangis. Aku pun bertanya, 

Apa gerangan yang membuat anda menangis?’ 

Ia menjawab, 

Aku tidak mengetahui ada suatu amalan yang masih dikerjakan sekarang dari amalan-amalan yang pernah aku dapatkan di masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kecuali hanya shalat ini saja. Itupun shalat telah disia-siakan untuk ditunaikan pada waktunya’.” (HR. Al-Bukhari no. 530)

Ada beberapa hadits yang merangkum penyebutan waktu-waktu shalat. Di antaranya hadits Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang waktu shalat (yang lima), beliau pun menjawab,

Waktu shalat fajar adalah selama belum terbit sisi matahari yang awal. Waktu shalat zhuhur apabila matahari telah tergelincir dari perut (bagian tengah) langit selama belum datang waktu Ashar. Waktu shalat ashar selama matahari belum menguning dan sebelum jatuh (tenggelam) sisinya yang awal. Waktu shalat maghrib adalah bila matahari telah tenggelam selama belum jatuh syafaq1. Dan waktu shalat isya adalah sampai tengah malam.” 
(HR. Muslim no. 1388)

Demikian pula hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, disebutkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya shalat itu memiliki awal dan akhir waktu. Awal waktu shalat zhuhur adalah saat matahari tergelincir dan akhir waktunya adalah ketika masuk waktu ashar. Awal waktu shalat ashar adalah ketika masuk waktunya dan akhir waktunya saat matahari menguning. Awal waktu shalat maghrib adalah ketika matahari tenggelam dan akhir waktunya ketika tenggelam ufuk. Awal waktu shalat isya adalah saat ufuk tenggelam dan akhir waktunya adalah pertengahan malam. Awal waktu shalat fajar adalah ketika terbit fajar dan akhir waktunya saat matahari terbit.” 
(HR. At-Tirmidzi no. 151 dan selainnya. Asy-Syaikh Albani rahimahullahu berkata tentang hadits ini, “Sanad hadits ini shahih di atas syarat Syaikhani (Al-Bukhari dan Muslim). Dishahihkan oleh Ibnu Hazm, namun oleh Al-Bukhari dan selainnya disebutkan bahwa hadits ini mursal. Pernyataan ini dibantah oleh Ibnu Hazm dan selainnya. Dalam hal ini Ibnu Hazm benar, terlebih lagi hadits ini memiliki syahid dari hadits Abdullah bin ‘Amr ibnul ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma.” (Ats-Tsamarul Mustathab fi Fiqhis Sunnah wal Kitab, 1/56 dan Ash-Shahihah no. 1696)

Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Jibril mengimamiku di sisi Baitullah sebanyak dua kali. Ia shalat zhuhur bersamaku ketika matahari telah tergelincir dan kadar bayangan semisal tali sandal. Ia shalat ashar bersamaku ketika bayangan benda sama dengan bendanya. Ia shalat maghrib bersamaku ketika orang yang puasa berbuka. Ia shalat isya bersamaku ketika syafaq telah tenggelam. Ia shalat fajar bersamaku ketika makan dan minum telah diharamkan bagi orang yang puasa. Maka tatkala keesokan harinya, Jibril kembali mengimamiku dalam shalat zhuhur saat bayangan benda sama dengan bendanya. Ia shalat ashar bersamaku saat bayangan benda dua kali bendanya. Ia shalat maghrib bersamaku ketika orang yang puasa berbuka. Ia shalat isya bersamaku ketika telah berlalu sepertiga malam. Dan ia shalat fajar bersamaku dan mengisfarkannya. Kemudian ia menoleh kepadaku seraya berkata, “Wahai Muhammad, inilah waktu shalat para nabi sebelummu dan waktunya juga berada di antara dua waktu yang ada.” 
(HR. Abu Dawud no. 393, Asy-Syaikh Albani rahimahullahu berkata tentang hadits ini dalam Shahih Abi Dawud, “Hasan shahih.”)

CARA MELIHAT MASUKNYA WAKTU-WAKTU SHOLAT FARDHU 

Masuk waktu shalat, adalah salah satu syarat sahnya shalat fardhu. Maka shalat yang dikerjakan di luar waktu akan menjadi batal. Lalu bagaimana cara kita mengetahui waktu-waktu shalat sesuai petunjuk syariat? Berikut keterangannya.

Cara Mengetahui Waktu Dzhuhur

Para ulama telah sepakat bahwa waktu dhuhur berawal ketika matahari sudah tergelincir (waktu zawal), sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Dan waktu dhuhur dimulai ketika matahari telah tergelincir.” 
(HR. Muslim dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash)

Dan waktu dhuhur berakhir ketika masuk waktu ashar (ketika bayangan benda sepanjang aslinya). Hal ini sebagaimana hadits:

“Dan waktu dhuhur adalah sebelum tiba waktu ashar.” 
(HR. Muslim dari Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash)

Untuk mengetahui waktu Dhuhur secara tepat maka bisa ditempuh cara-cara sebagai berikut, lihat gambar dibawah ini:


cara melihat waktu dzuhur :

1. Tancapkan tiang sepanjang 1 m (lebih panjang lebih baik) secara tegak lurus dengan bumi.

2. Buatlah lingkaran-lingkaran dengan tiang sebagai titik pusatnya, usahakan selisih diameter antara lingkaran tidak terlalu lebar (sehingga perhitungan lebih teliti).

• Lebih kurang pukul 11.30, muadzin harus mulai mengamati panjang bayangan pada lingkaran-lingkaran yang berpusat pada tiang. Akan didapati, bayangan akan semakin memendek dan sekaligus mengalami pergeseran sudut ke arah timur.

• Suatu saat bayangan tersebut akan mencapai titik jenuh selama beberapa saat (tidak memendek dan memanjang) dan hanya mengalami pergeseran sudut saja ke arah timur. Temponya lebih kurang 10 hingga 15 menit. Waktu ini disebut waktu karahah (waktu yang dilarang -harom- shalat padanya). Panjang bayangan di saat waktu karohah disebut fai’ zawal.


cara melihat waktu dzuhur

• Setelah melampaui waktu karahah, bayangan akan mulai memanjang. Dan inilah awal waktu dhuhur.

• Sedangkan akhir dari waktu dhuhur adalah ketika panjang bayangan sama panjang dengan tiang ditambah dengan fai’ zawal.

Sebagai catatan:

arah bayangan dan panjang fai’ zawal berubah-ubah sesuai dengan posisi matahari saat penentuan waktu. Jika matahari condong ke arah selatan maka bayangan berpindah di sebelah utara. Jika posisi matahari tepat di arah timur maka panjang fai’ zawal 0 (nol).
posisi bayangan ketika fai’ zawal bisa saja menjadi tidak ada bayangan sama sekali, yakni hilangya bayangan dan hanya nampak benda tiang itu sediri, hal tersebut dimungkinkan terjadi di wilayah bumi yang persis berada dibawah garis katulistiwa. 

Wallahu a’lam!

Akhir Waktu Dhuhur

Adapun akhir waktu dhuhur adalah ketika panjang bayangan sama dengan bendanya (masuknya waktu ashar). Sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Kemudian Jibril shalat dhuhur ketika bayangannya sama dengan benda.” 
(HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash)

Demikianlah hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam.

“Suatu hal yang berlebihan bagi orang yang tidak melakukan shalat sampai datangnya waktu shalat setelahnya.” 
(HR. Muslim dari Abu Qatadah)

Cara Mengetahui Waktu Ashar

Awal waktu ashar adalah akhir dari waktu dhuhur. Sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

"Jibril shalat bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam dan para shahabatnya pada hari pertama ketika bayangannya sama dengan bendanya.” 
(HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash)

Akhir Waktu Ashar

Akhir waktu ashar ada dua macam:

1. Waktu ikhtiyari, yakni ketika bayangan benda dua kali panjang aslinya. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Dan pada hari kedua Jibril shalat bersama mereka ketika bayangan dua kali lipat panjang bendanya. Kemudian dia mengatakan waktu ashar adalah diantara dua ini.” 
(HR. Muslim dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash)

2. Waktu idlthirary (waktu terpaksa), yakni sampai tenggelamnya matahari. Hal ini sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Barang siapa yang mendapatkan satu rakaat sebelum matahari tenggelam berarti ia mendapatkan shalat ashar.” 
(HR. Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah)

Akan tetapi tidak sepantasnya seorang muslim menunaikan shalat ashar di akhir waktu (semisal jam 5 sore) kecuali jika terpaksa. Hal ini sesuai dengan perkataan Imam Ibnu Qudamah, bahwa Shalat ashar di saat matahari telah berwarna kuning atau menjelang terbenamnya matahari merupakan ciri-ciri shalat orang yang munafik sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Itu adalah shalat orang munafik 3x. Mereka duduk-duduk (menunggu matahari hendak terbenam) sehingga tatkala matahari berada di antara dua tanduk syaithan, dia lakukan shalat empat rakaat dengan cepat kilat ibarat ayam yang sedang mematuk, dia tidak berdzikir kepada Allah kecuali sedikit saja.” 
(HR. Muslim dari Anas bin Malik)

Cara Mengetahui Waktu Maghrib

Para ulama Ahlussunah wal Jama’ah bersepakat bahwa waktu maghrib adalah ketika matahari terbenam, berlainan dengan orang-orang syi’ah yang menetapkan bahwa waktu maghrib berawal ketika bintang bersinar.

Adapun caranya melihat waktu maghrib sebagai berikut:

1. Bila muadzin berada di pesisir menghadap ke barat maka pengamatan lebih mudah. Bundaran matahari akan terlihat dengan jelas ketika terbenam. Di saat itulah, waktu maghrib tiba.

2. Jika di arah barat terbentang gunung tinggi atau tembok yang menjulang, maka pengamatan bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut:


Lihatlah ke arah timur. Pada bagian no. 1 langit terlihat lebih terang. Dan harus diingat di mana letak (ketinggian) matahari di kala terbit. Jika bagian yang berada di bawah (bagian no. 2) telah terlihat hitam (gelap) secara merata, maka sudah masuk waktu maghrib.

Jika rona gelapnya belum mendatar dan antara bagian no. 1 dan no. 2 belum ada perbedaan yang jelas antara dua bagian tadi maka belum masuk waktu maghrib.


Untuk meyakinkannya seorang muadzin bisa menghadap ke arah barat di atas bukit atau tembok tinggi. Jika sudah tidak ada lagi sinar dari arah barat berarti sudah masuk waktu maghrib, dan biasanya ditandai dengan warna kemerah-merahan di langit. Namun jika sinar masih ada, maka diperkirakan matahari belum terbenam, meskipun langit berwarna merah atau gelap sekalipun.

Adapun dalil tentang awal waktu maghrib adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Dan waktu maghrib ketika terbenam matahari.” 
(HR. Bukhari no. 527 dan Muslim no. 1023 dari Jabir bin ‘Abdillah)

Akhir Waktu Maghrib

Adapun akhir waktu maghrib ketika telah hilangnya warna kemerah-merahan di langit, sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

Dan waktu maghrib adalah selama syafaq (warna kemerah-merahan) belum hilang.” 
(HR. Muslim no. 967 dari ‘Abdullah bin Amr bin Ash)

Cara Mengetahui Waktu Isya’

Adapun awal waktu isya’ adalah setelah hilangnya warna kemerah-merahan di langit sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam melakukan shalat isya’ ketika terbenamnya warna kemerah-merahan.” 
(HR. Muslim no. 969 dari Abu Musa Al Asy’ari)

Akhir Waktu Isya’

Adapun akhir waktu isya’ dibagi dua.

1. Waktu ikhtiyary (pilihan) ketika pertengahan malam. Sebagai misal, jika matahari terbenam pada pukul 6 sore dan terbit pada jam 6 pagi maka batas akhir waktu isya’ adalah pukul 12 malam. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Dan waktu isya’ sampai pertengahan malam.” 
(HR. Muslim no. 967 dari Abdullah bin Amr bin Ash)

2. Waktu idlthirary (terpaksa) yakni sampai masuknya waktu subuh, sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Suatu hal yang berlebih-lebihan bagi orang yang tidak melakukan shalat sampai datangnya waktu shalat yang lain.” 
(HR. Muslim no. 1099 dari Abu Qatadah)

Cara Mengetahui Waktu Subuh

Adapun waktu subuh ketika terbitnya fajar shadiq, dan ini adalah kesepakatan para ulama, sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Dan Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam menunaikan shalat subuh ketika fajar merekah.” 
(HR. Muslim no. 969 dari Abu Musa Al Asy’ary)

Fajar ada dua macam yaitu fajar shadiq dan fajar kadzib (dusta).

Adapun fajar kadzib seperti gambar berikut ini




No. 1 (tempat terbit matahari) cahaya putih ke atas dan akan turun terus sampai akhirnya menyebar ke utara dan selatan sampai mendatar. Di saat tersebut (ketika fajar kadzib) no. 2 dan no. 3 masih dalam keadaan gelap.

cara melihat waktu fajar kadzib

cara melihat waktu fajar kadzib (tempat terbit matahari) cahaya putih ke atas dan akan turun terus sampai akhirnya menyebar ke utara dan selatan sampai mendatar. Di saat tersebut (ketika fajar kadzib) no. 2 dan no. 3 masih dalam keadaan gelap.

Adapun fajar shadiq seperti gambar di bawah ini






cara melihat waktu fajar shadiq-shubuh No. 1 cahayanya putih mendatar. Ini menunjukkan fajar shadiq. Patokannya tergantung letak matahari ketika terbitnya.

- No. 2 kelihatan gelap/hitam. Warna gelap ini akan berangsur-angsur hilang dan berubah jadi warna putih.

Akhir Waktu Subuh

Akhir waktu subuh dibagi dua:

1. Ikhtiyary (pilihan) terus berlangsungnya waktu tersebut (fajar shadiq).

2. Idlthirary (terpaksa) sampai terbitnya matahari sesuai dengan hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Barangsiapa menjumpai rakaat sebelum terbitnya matahari sungguh telah menjumpai shalat subuh.” 
(HR. Bukhari no. 545 dan Muslim no. 656 dari Abu Hurairah)

Waktu Shalat Yang Paling Utama

Di antara amalan yang paling dicintai Allah adalah shalat pada waktunya, yaitu di awal waktu, selain waktu tertentu yang dikecualikan.

Pertama, yaitu shalat dhuhur

ketika udara sangat panas menyengat maka yang afdhal adalah menunggu sampai suhu udara turun (berangsur dingin). Hal ini sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wassalam:

“Bila udara sangat panas terik maka tunaikanlah shalat tatkala udara mulai dingin.” 
(HR. Bukhari & Muslim dari Abu Hurairah)

Kedua, yaitu shalat isya’.

Yang paling afdhal adalah mengakhirkannya hingga pertengahan malam. Berdasarkan hadits Rasulullah:

“Nabi mengakhirkan shalat isya’ sampai pertengahan malam, kemudian keluar melakukan shalat kemudian berkata: seandainya kalau bukan karena kelemahan pada orang lemah, rasa sakit yamg diderita orang sakit atau keperluan orang-orang yang punya hajat maka aku akan akhirkan shalat isya’ hingga pertengahan malam.” 
(HR. Abu Daud no. 358 dan Ahmad no. 10592 dari Abu Sa’id Al Khudri)

Wallahu a’lam.

Semoga bermafaat  Allahumma aamiin!

Sumber: 
di sadur dari buku “Adzan Keutamaan, Ketentuan dan 100 Kesalahannya” karya Al Ustadz Abu Hazim Muhsin bin Muhammad Bashori ~hafidzhahulloh~, penerbit: Pustaka Daarul Atsar, cet. Pertama Dzulhijjah 1426/ Januari 2006, hal. 123-136 
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar