Petugas kebun binatang menangkap seekor gajah. Kemudian ke empat kaki gajah ini
dibelenggu dengan rantai yang terbuat dari besi. Setiap hari, gajah berusaha
melarikan diri. Namun setiap kali dia melompat, si gajah selalu terjatuh. Hal
ini terjadi berulang-ulang. Sebulan kemudian, rantai besi itu dilepaskan dan
diganti dengan tali rafia yang tipis. Menurut kita, apakah kali gajah bisa
melarikan diri ? Ternyata gajah tadi tetap melompat dan tetap terjatuh seperti
semula.
Apakah yang terjadi ? Bukankah gajah semestinya mampu dengan kekuatannya untuk memutus tali rafia tadi ? Jawabannya adalah ternyata waktu sebulan telah mampu membuat sketsa di otak gajah bahwa dia tidak mampu melarikan diri. Meskipun diikat dengan tali rafia namun di otaknya, dia merasa masih diikat dengan belenggu rantai.
Percobaan yang hampir mirip dengan cerita di atas dilakukan pada kutu loncat. Sebelum dia ditangkap, kutu loncat bisa melompat setinggi 300 kali lebih tinggi dari tinggi dirinya. Si kutu loncat ini dikurung di dalam kotak korek api. Pada bulan berikutnya, dia dibebaskan. Tebak, apa yang terjadi ?
Kali ini si kutu loncat hanya bisa melompat setinggi kotak korek api. Perhatikan, waktu sebulan telah menjadikan dia melupakan potensi besar yang telah dimilikinya.
Disadari atau tidak sesungguhnya dalam kehidupan, seringkali kita juga berada dalam kondisi yang serupa. Sketsa pikiran kita terperangkap dalam kotak korek api buatan kita sendiri. Terbelenggu dengan bayangan rantai yang kita ciptakan sendiri. Sehingga rantai-rantai itu membuat kita tidak berhasil untuk maju.
Rantai belenggu ini juga bisa berasal dari lingkungan kita. Sebenarnya kita mempunyai potensi yang luar biasa. Tapi teman-teman mencela ketika kita menunjukkan karya kita. Keluarga yang tidak mendukung akan kemampuan kita. Lambat laun akhirnya kita melupakan potensi besar yang kita miliki.
Beberapa Rantai Belenggu Kehidupan diantaranya :
1. Rantai Usia
Salah satu alasan yang sering digunakan untuk menolak amanah, tugas atau sebuah tantangan. "Aku masih terlalu muda, masih hijau .. masih banyak yang lebih tua dan berpengalaman." Atau sebaliknya. Merasa diri sudah tua. Biarkan yang muda yang berperan. Begitu biasanya alasannya. Sesaat kemudian dirinya pun mundur. Akhirnya menghalanginya untuk maju dan sukses.
Jika kita salah satu yang terbelenggu dengan rantai tersebut. Ada baiknya kita menyimak kesuksesan seseorang yang bernama Doktor Sayyid Muhammad Husein Thabathaba'i. Hafal Al-Qur'an dengan tafsirnya. Dalam kesehariannya, dia berbicara dengan bahasa al-Qur'an. Berasal dari Iran dan berhasil meraih gelar doktor honoris causa termuda di dunia pada usia 7 tahun. The Amazing Child, begitu orang-orang memanggilnya.
Hem .. saat usia 7 tahun kita ngapain ya ? Masih main kelereng kali ? Sementara pada umur yang sama Sayyid Husein telah bergelar Doktor !
Banyak cerita sukses lainnya, usia muda atau usia tua tidak mampu menghalangi mereka untuk mencetak prestasi.
2. Rantai Pendidikan
"Aku hanya S-1", "Aku tidak tamat SMA", dan lain sebagainya menjadi alasan kita menjadi seorang yang biasa-biasa. Padahal kita punya potensi luar biasa.
Perjalanan hidup Andrie Wongso bisa kita jadikan inspirasi. Pada saat kelas 6 SD, Andrie putus sekolah karena sekolah Tionghoanya ditutup Pemerintah Orde Baru. Untuk bertahan hidup, dia berjualan kue di pasar dan toko di Malang. Siapa sangka keuletannya membuahkan hasil. Kini dia dinobatkan sebagai Motivator No. 1 di Indonesia. Diapun bangga dengan gelarnya yang agak asing di telinga kita. Andrie Wongso SDTT TBS .. Sekolah Dasar Tidak Tamat Tapi Bisa Sukses !!, di Zaman Nabi SAW tidak ada satu sahabatpun yang bergelar Doktor atau Profesor bahkan Nabi sendiripun tidak, Beliau-Beliau hanya Home Schooling bersama Nabi tetapi sukses membawa Visi Kehidupan yang gemilang.
3. Rantai Nasib
Pernahkah kita bercermin ? Kemudian beberapa saat, kita menghela nafas panjang .. kecewa dengan jeleknya wajah dan penampilan kita ? kita tidak perlu sakit hati. Karena kesuksesan tidak mensyaratkan peraihnya berwajah ganteng atau cantik. Setidaknya Tukul Arwana dan Sule telah membuktikannya !, di Zaman Nabi SAW ada Bilal bin Rabah mantan Budak yang hitam legam berhasil sukses sebagai salah satu sahabat Nabi yang dijamin masuk Sorga.
4. Rantai Kesehatan
Bagi sebagian orang, menyerah karena keterbatasan fisik atau kesehatan adalah hal yang wajar. Mereka berhak untuk dikasihani karena ketidaksempurnaannya. Tapi bagi mereka yang bermental pejuang, tak ada satupun yang mampu membelenggunya. Selama raga masih ada, selama itu pula derap perjuangan akan terus dilangkahkan.
Setidaknya untuk orang seperti Syaikh Ahmad Yasin, Sang Pemimpin Hamas. Beliau sangat ditakuti oleh Israel. Hingga kematian beliau dianggap sebagai salah satu puncak kemenangan mereka. Padahal beliau adalah seorang yang tua renta berkursi roda. Bicaranya pun terbata-bata.
Namun, bertolak belakang dengan keadaan fisiknya. Justru dalam keterbatasan itulah, beliau mampu menjadi poros penggerak utama perjuangan rakyat Palestina. Beliau dengan suara yang terbata-bata mampu menggerakkan ribuan pemuda Palestina untuk melakukan serangan Intifadhoh. Serangan yang kini dikenang dunia sebagai lambang perlawanan abadi tanpa henti melawan kebiadaban Israel. Lelaki tua renta ini, dari kursi rodanya .. mampu membuat para pemimpin Israel tidak bisa tidur nyenyak karena perasaan tidak amannya. Allahu Akbar !!
lalu bagaimana dengan kita ??
Menyimak cerita sebagian orang-orang yang luar biasa tadi, semestinya tidak kita sikapi dengan rasa kagum yang berlebihan. Justru harusnya menjadi pemacu semangat kita dalam meraih prestasi.
Seorang Husein Thobathaba'i yang masih sangat muda bisa mendapat gelar doktor .. kenapa kita yang lebih senior tidak ! Andrie Wongso yang tidak tamat SD bisa jadi motivator ulung .. harusnya kita juga mampu ! Tukul Arwana yang terbilang hidupnya kurang beruntung bisa sukses .. kenapa kita yang terlahir dengan nasib yang lebih baik tidak bisa ?? Lalu kenapa kita yang terlahir sempurna malah stagnan seperti ini sedangkan Syaikh Yassin yang cacat mampu meraih prestasi gemilang ??
Rantai sadar atau tidak sadar yang membelenggu kita harus segera kita musnahkan. Ketahuilah bahwa rantai itu sifatnya maya. Kadang-kadang buatan kita sendiri seperti rasa malas, merasa tidak cukup diberi waktu, merasa belum cukup umur, masih ingin happy-happy dan banyak lagi yang lain
Cara menghancurkannya adalah dengan membuat daftar belenggu yang ada pada diri kita secara jujur. Sehingga kita bisa menghancurkannya. Membuang jauh-jauh rantai gajah dan kotak korek api yang memenjarakan kita. Bersiaplah untuk melakukan perjalanan menuju realita kesuksesan.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” ( Q.S : Ar-Ra’du : 11 )
Sahabat, Tanamlah gagasan, petiklah tindakan. Tanamlah tindakan, petiklah kebiasaan. Tanamlah kebiasaan, petiklah karakter. Tanamlah karakter, petiklah nasib. Dimulai dari gagasan yang kita wujudkan dalam tindakan, kemudian tindakan itu kita lakukan berulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang kita lakukan berkali-kali akan menjelma menjadi karakter, dan karakter inilah yang akhirnya mengantarkan kita kepada nasib. Jadi nasib kita, kita sendirilah yang menentukan.
Apakah yang terjadi ? Bukankah gajah semestinya mampu dengan kekuatannya untuk memutus tali rafia tadi ? Jawabannya adalah ternyata waktu sebulan telah mampu membuat sketsa di otak gajah bahwa dia tidak mampu melarikan diri. Meskipun diikat dengan tali rafia namun di otaknya, dia merasa masih diikat dengan belenggu rantai.
Percobaan yang hampir mirip dengan cerita di atas dilakukan pada kutu loncat. Sebelum dia ditangkap, kutu loncat bisa melompat setinggi 300 kali lebih tinggi dari tinggi dirinya. Si kutu loncat ini dikurung di dalam kotak korek api. Pada bulan berikutnya, dia dibebaskan. Tebak, apa yang terjadi ?
Kali ini si kutu loncat hanya bisa melompat setinggi kotak korek api. Perhatikan, waktu sebulan telah menjadikan dia melupakan potensi besar yang telah dimilikinya.
Disadari atau tidak sesungguhnya dalam kehidupan, seringkali kita juga berada dalam kondisi yang serupa. Sketsa pikiran kita terperangkap dalam kotak korek api buatan kita sendiri. Terbelenggu dengan bayangan rantai yang kita ciptakan sendiri. Sehingga rantai-rantai itu membuat kita tidak berhasil untuk maju.
Rantai belenggu ini juga bisa berasal dari lingkungan kita. Sebenarnya kita mempunyai potensi yang luar biasa. Tapi teman-teman mencela ketika kita menunjukkan karya kita. Keluarga yang tidak mendukung akan kemampuan kita. Lambat laun akhirnya kita melupakan potensi besar yang kita miliki.
Beberapa Rantai Belenggu Kehidupan diantaranya :
1. Rantai Usia
Salah satu alasan yang sering digunakan untuk menolak amanah, tugas atau sebuah tantangan. "Aku masih terlalu muda, masih hijau .. masih banyak yang lebih tua dan berpengalaman." Atau sebaliknya. Merasa diri sudah tua. Biarkan yang muda yang berperan. Begitu biasanya alasannya. Sesaat kemudian dirinya pun mundur. Akhirnya menghalanginya untuk maju dan sukses.
Jika kita salah satu yang terbelenggu dengan rantai tersebut. Ada baiknya kita menyimak kesuksesan seseorang yang bernama Doktor Sayyid Muhammad Husein Thabathaba'i. Hafal Al-Qur'an dengan tafsirnya. Dalam kesehariannya, dia berbicara dengan bahasa al-Qur'an. Berasal dari Iran dan berhasil meraih gelar doktor honoris causa termuda di dunia pada usia 7 tahun. The Amazing Child, begitu orang-orang memanggilnya.
Hem .. saat usia 7 tahun kita ngapain ya ? Masih main kelereng kali ? Sementara pada umur yang sama Sayyid Husein telah bergelar Doktor !
Banyak cerita sukses lainnya, usia muda atau usia tua tidak mampu menghalangi mereka untuk mencetak prestasi.
2. Rantai Pendidikan
"Aku hanya S-1", "Aku tidak tamat SMA", dan lain sebagainya menjadi alasan kita menjadi seorang yang biasa-biasa. Padahal kita punya potensi luar biasa.
Perjalanan hidup Andrie Wongso bisa kita jadikan inspirasi. Pada saat kelas 6 SD, Andrie putus sekolah karena sekolah Tionghoanya ditutup Pemerintah Orde Baru. Untuk bertahan hidup, dia berjualan kue di pasar dan toko di Malang. Siapa sangka keuletannya membuahkan hasil. Kini dia dinobatkan sebagai Motivator No. 1 di Indonesia. Diapun bangga dengan gelarnya yang agak asing di telinga kita. Andrie Wongso SDTT TBS .. Sekolah Dasar Tidak Tamat Tapi Bisa Sukses !!, di Zaman Nabi SAW tidak ada satu sahabatpun yang bergelar Doktor atau Profesor bahkan Nabi sendiripun tidak, Beliau-Beliau hanya Home Schooling bersama Nabi tetapi sukses membawa Visi Kehidupan yang gemilang.
3. Rantai Nasib
Pernahkah kita bercermin ? Kemudian beberapa saat, kita menghela nafas panjang .. kecewa dengan jeleknya wajah dan penampilan kita ? kita tidak perlu sakit hati. Karena kesuksesan tidak mensyaratkan peraihnya berwajah ganteng atau cantik. Setidaknya Tukul Arwana dan Sule telah membuktikannya !, di Zaman Nabi SAW ada Bilal bin Rabah mantan Budak yang hitam legam berhasil sukses sebagai salah satu sahabat Nabi yang dijamin masuk Sorga.
4. Rantai Kesehatan
Bagi sebagian orang, menyerah karena keterbatasan fisik atau kesehatan adalah hal yang wajar. Mereka berhak untuk dikasihani karena ketidaksempurnaannya. Tapi bagi mereka yang bermental pejuang, tak ada satupun yang mampu membelenggunya. Selama raga masih ada, selama itu pula derap perjuangan akan terus dilangkahkan.
Setidaknya untuk orang seperti Syaikh Ahmad Yasin, Sang Pemimpin Hamas. Beliau sangat ditakuti oleh Israel. Hingga kematian beliau dianggap sebagai salah satu puncak kemenangan mereka. Padahal beliau adalah seorang yang tua renta berkursi roda. Bicaranya pun terbata-bata.
Namun, bertolak belakang dengan keadaan fisiknya. Justru dalam keterbatasan itulah, beliau mampu menjadi poros penggerak utama perjuangan rakyat Palestina. Beliau dengan suara yang terbata-bata mampu menggerakkan ribuan pemuda Palestina untuk melakukan serangan Intifadhoh. Serangan yang kini dikenang dunia sebagai lambang perlawanan abadi tanpa henti melawan kebiadaban Israel. Lelaki tua renta ini, dari kursi rodanya .. mampu membuat para pemimpin Israel tidak bisa tidur nyenyak karena perasaan tidak amannya. Allahu Akbar !!
lalu bagaimana dengan kita ??
Menyimak cerita sebagian orang-orang yang luar biasa tadi, semestinya tidak kita sikapi dengan rasa kagum yang berlebihan. Justru harusnya menjadi pemacu semangat kita dalam meraih prestasi.
Seorang Husein Thobathaba'i yang masih sangat muda bisa mendapat gelar doktor .. kenapa kita yang lebih senior tidak ! Andrie Wongso yang tidak tamat SD bisa jadi motivator ulung .. harusnya kita juga mampu ! Tukul Arwana yang terbilang hidupnya kurang beruntung bisa sukses .. kenapa kita yang terlahir dengan nasib yang lebih baik tidak bisa ?? Lalu kenapa kita yang terlahir sempurna malah stagnan seperti ini sedangkan Syaikh Yassin yang cacat mampu meraih prestasi gemilang ??
Rantai sadar atau tidak sadar yang membelenggu kita harus segera kita musnahkan. Ketahuilah bahwa rantai itu sifatnya maya. Kadang-kadang buatan kita sendiri seperti rasa malas, merasa tidak cukup diberi waktu, merasa belum cukup umur, masih ingin happy-happy dan banyak lagi yang lain
Cara menghancurkannya adalah dengan membuat daftar belenggu yang ada pada diri kita secara jujur. Sehingga kita bisa menghancurkannya. Membuang jauh-jauh rantai gajah dan kotak korek api yang memenjarakan kita. Bersiaplah untuk melakukan perjalanan menuju realita kesuksesan.
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu sendiri yang mengubah apa apa yang pada diri mereka ” ( Q.S : Ar-Ra’du : 11 )
Sahabat, Tanamlah gagasan, petiklah tindakan. Tanamlah tindakan, petiklah kebiasaan. Tanamlah kebiasaan, petiklah karakter. Tanamlah karakter, petiklah nasib. Dimulai dari gagasan yang kita wujudkan dalam tindakan, kemudian tindakan itu kita lakukan berulang-ulang akan menjadi kebiasaan. Kebiasaan yang kita lakukan berkali-kali akan menjelma menjadi karakter, dan karakter inilah yang akhirnya mengantarkan kita kepada nasib. Jadi nasib kita, kita sendirilah yang menentukan.
Wallahu a'lam..
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar