Ini merupakan permasalahan yang sangat penting, mengingat sebagian umat tidak banyak yang mengetahui hukumnya. Manakala kita diperintahkan agar mengenakan pakaian yang bagus dan penampilan yang indah ketika hendak ke masjid, ada sebagian orang yang justeru sebaliknya; berpakaian lusuh, tidak terawat dan bahkan dengan -ma’af- bau badan yang sangat menyengat.!? Terlebih lagi, bila mereka itu baru saja menghisap ‘rokok’ dan dengan tanpa mencuci bau mulut, langsung shalat. Tak ayal lagi, bau pakaiannya sekaligus bau mulutnya ketika membaca takbir dan lafazh shalat lainnya tentu sangat mengganggu ‘kekhusyuan’ orang yang shalat di sampingnya.
Pada kebiasaan masyarakat muslim di timur tengah atau di semenanjung India, misalnya ada kebiasaan mengonsumsi bawang merah atau bawang putih yang berlebihan. Bahkan terkadang, bawang ‘bombay’ muda dijadikan sebagai lalapan.
Maka, ketika orang-orang ini pergi ke masjid dengan tanpa mencuci terlebih dulu bau mulutnya dari makanan tersebut, tidak terbayangkan betapa orang yang berada di sampingnya merasa ‘tersiksa’ karena mencium bau ‘bawang’ yang menyengat itu.
Untuk itulah, syari’at memperhatikan permasalahan ini dan menyebutnya sebagai sesuatu yang dapat membuat malaikat tidak mendekati pelakunya saat shalat.!
Untuk lebh jelasnya, mari kita simak kajiannya!!
Hadits Pertama:
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata (Di dalam riwayat yang disampaikan Harmalah, ‘Dan ia mengklaim’) bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang memakan bawang putih atau bawang merah, maka hendaklah ia meninggalkan kami, atau hendaklah ia meninggalkan masjid kami dan hendaklah ia duduk di rumahnya.”
Sesungguhnya beliau disuguhi panci berisi biji-bijian hijau lantas mencium bau darinya, lalu beliau diberitahu mengenai biji-bijian apa itu. Lantas beliau bersabda,
“Dekatkanlah kemari”
beliau mengatakannya kepada sebagian para shahabat yang bersamanya-, tatkala melihatnya, beliau tidak suka untuk memakannya seraya bersabda,
“Makan saja, sesungguhnya aku sedang bermunajat kepada Yang tidak kalian munajati.”
(HR.Muslim)
Hadits Kedua:
Dari Jabir bin Abdullah, dari Nabi SAW, beliau bersabda,
“Barangsiapa yang memakan biji-bijian ini, yakni bawang putih (suatu kali beliau mengatakan,
Makna Global Hadits
Yang dituntut dari seorang yang melaksanakan shalat agar menggunakan sebaik-baik wewangian dan aroma, apalagi bila ingin melaksanakan shalat di masjid-masjid Jami’.
Oleh karena itu, Nabi SAW memerintahkan siapa saja yang memakan bawang merah atau bawang putih agar menjauhi masjid-masjid kaum Muslimin dan melakukan shalat di rumahnya saja hingga bau yang tidak sedap, yang membuat para jema’ah shalat dan malaikat itu terganggu hilang.
Tatkala dihadirkan kepada Nabi SAW panci berisi sayur-sayuran dan biji-bijian hijau lalu beliau mendapati baunya yang tidak sedap, maka beliau memerintahkan agar didekatkan kepada para shahabat yang hadir di sisinya, tatkala orang yang hadir di situ melihat ketidaksukaan beliau, ia mengira hal itu diharamkan lantas ragu untuk memakannya. Lantas beliau memberitahukan kepadanya bahwa makanan itu tidaklah diharamkan dan ketidaksukaannya bukan berarti karena ia haram dimakan.
Lalu beliau memerintahkannya agar memakannya dan memberitahukan kepadanya bahwa yang mencegahnya memakannya hanyalah karena beliau sedang mengadakan kontak dengan Rabbnya dan bermunajat dimana tidak seorang pun yang dapat sampai kepada tingkatan itu. Karenanya, wajib bagi beliau untuk berada dalam kondisi yang paling baik di kala melakukan ibadah dan pendekatan kepada Rabb SWT.
Hukum-Hukum Hadits
Kedua hadits di atas mengandung hukum-hukum sebagai berikut:
1.Larangan mendatangi masjid-masjid bagi siapa saja yang memakan bawang putih, bawang merah atau Kurrats.
2. Dapat digolongkan pula kepada benda-benda tersebut, tembakau yang digunakan oleh para perokok. Siapa saja yang memiliki kebiasaan merokok, maka hendaknya tidak menghisapnya ketika pergi ke masjid. Hendaknya ia membersihkan gigi dan mulutnya sehingga baunya hilang atau dapat meminimalisir baunya.
3. Dimakruhkan memakan benda-benda tersebut bagi siapa saja yang ingin menghadiri shalat di masjid agar tidak kehilangan kesempatan melakukan shalat berjema’ah di masjid alias selama ia memakannya tersebut bukan dimaksudkan sebagai rekayasa agar kehadirannya di masjid menjadi gugur dengan dalih hal itu diharamkan.!
4.Hikmah dilarangnya mendatangi masjid-masjid adalah agar malaikat dan juga para jema’ah shalat yang lain tidak terganggu.
5.Larangan mengganggu orang lain dengan segala jenis sarananya. Di dalam hadits di atas, terdapat sarana yang telah dinyatakan berdasarkan nash, maka menggolongkan yang lain kepadanya adalah benar dan sesuai dengan qiyas.
6.Pelarangan memakan bawang putih dan semisalnya bukan karena keharamannya. Hal ini berdasarkan perintah Nabi SAW yang memerintahkan agar memakannya. Jadi, berpantangnya Rasulullah SAW memakannya tidak menunjukkan kepada pengharaman.
Orang-orang berseru:
“Bawang telah diharamkan, bawang telah diharamkan!”.
Sampailah hal itu kepada Rasulullah SAW. Maka beliau pun berkata:
Faedah
Alasan sebagian ulama membolehkan memakan benda-benda tersebut adalah karena shalat berjema’ah hukumnya adalah fardhu kifayah.
Sisi pendalilannya, bahwa andaikata shalat berjama’ah itu fardhu ‘ain tentulah wajib menjauhkan benda-benda tersebut dari menghadiri shalat berjema’ah di masjid-masjid.
Sebenarnya, pendalilan mereka tersebut tidak tepat sebab melakukan hal-hal yang dibolehkan yang berimplikasi pada gugurnya suatu kewajiban tidak jadi masalah selama tidak dijadikan ‘trik’ untuk menggugurkan kewajiban tersebut. Contohnya, perjalanan yang dibolehkan pada bulan Ramadhan di mana boleh berbuka (tidak berpuasa) di siang hari bulan Ramadhan itu dan ini tidak jadi masalah asalkan seseorang tidak menjadikan bepergiannya tersebut sebagai sarana agar dapat berbuka (tidak berpuasa).
(SUMBER: Taysir al-‘Allam Syarh ‘Umdatul Ahkam karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al Bassam, Jld.I, hal.261-263)
Pada kebiasaan masyarakat muslim di timur tengah atau di semenanjung India, misalnya ada kebiasaan mengonsumsi bawang merah atau bawang putih yang berlebihan. Bahkan terkadang, bawang ‘bombay’ muda dijadikan sebagai lalapan.
Maka, ketika orang-orang ini pergi ke masjid dengan tanpa mencuci terlebih dulu bau mulutnya dari makanan tersebut, tidak terbayangkan betapa orang yang berada di sampingnya merasa ‘tersiksa’ karena mencium bau ‘bawang’ yang menyengat itu.
Untuk itulah, syari’at memperhatikan permasalahan ini dan menyebutnya sebagai sesuatu yang dapat membuat malaikat tidak mendekati pelakunya saat shalat.!
Untuk lebh jelasnya, mari kita simak kajiannya!!
Hadits Pertama:
عَنْ جَابِر بْنِ عَبْدِ اللّهِ قَالَ (وَفِي رِوَايَةِ حَرْمَلَةَ وَزَعَمَ) أَنّ رَسُولَ اللّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ “مَنْ أَكَلَ ثُوماً أَوْ بَصَلاً فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا، وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِه”. وَأَنّهُ أُتِيَ بِقِدْرٍ فِيهِ خَضِرَاتٌ مِنْ بُقُولٍ، فَوَجَدَ لَهَا رِيحاً، فَسَأَلَ فَأُخْبِرَ بِمَا فِيهَا مِنَ الْبُقُولِ. فَقَالَ: “قَرّبُوهَا” إِلَىَ بَعْضِ أَصْحَابِهِ. فَلَمّا رَآهُ كَرِهَ أَكْلَهَا، قَالَ: “كُلْ، فَإِنّي أُنَاجِي مَنْ لاَ تُنَاجِي”. (رواه مسلم)
Dari Jabir bin Abdullah, ia berkata (Di dalam riwayat yang disampaikan Harmalah, ‘Dan ia mengklaim’) bahwasanya Rasulullah SAW bersabda,
“Barangsiapa yang memakan bawang putih atau bawang merah, maka hendaklah ia meninggalkan kami, atau hendaklah ia meninggalkan masjid kami dan hendaklah ia duduk di rumahnya.”
Sesungguhnya beliau disuguhi panci berisi biji-bijian hijau lantas mencium bau darinya, lalu beliau diberitahu mengenai biji-bijian apa itu. Lantas beliau bersabda,
“Dekatkanlah kemari”
beliau mengatakannya kepada sebagian para shahabat yang bersamanya-, tatkala melihatnya, beliau tidak suka untuk memakannya seraya bersabda,
“Makan saja, sesungguhnya aku sedang bermunajat kepada Yang tidak kalian munajati.”
(HR.Muslim)
Hadits Kedua:
عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللّهِ، عَنِ النّبيّ صلى الله عليه وسلم، قَالَ: “مَنْ أَكَلَ مِنْ هَذِهِ, الْبَقْلَةِ، الثّومِ (وَقَالَ مَرّةً: مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثّومَ وَالْكُرّاثَ) فَلاَ يَقْرَبَنّ مَسْجِدَنَا، فَإِنّ الْمَلاَئِكَةَ تَتَأَذّى مِمّا يَتَأَذّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ”. (رواه مسلم)
Dari Jabir bin Abdullah, dari Nabi SAW, beliau bersabda,
“Barangsiapa yang memakan biji-bijian ini, yakni bawang putih (suatu kali beliau mengatakan,
“Barangsiapa yang memakan bawang merah, bawang putih dan kurrats [sejenis mentimun]), maka janganlah ia mendekati masjid kami, sebab malaikat merasa terganggu dengan hal yang membuat Bani Adam (manusia) terganggu.” (HR.Muslim)
Makna Global Hadits
Yang dituntut dari seorang yang melaksanakan shalat agar menggunakan sebaik-baik wewangian dan aroma, apalagi bila ingin melaksanakan shalat di masjid-masjid Jami’.
Oleh karena itu, Nabi SAW memerintahkan siapa saja yang memakan bawang merah atau bawang putih agar menjauhi masjid-masjid kaum Muslimin dan melakukan shalat di rumahnya saja hingga bau yang tidak sedap, yang membuat para jema’ah shalat dan malaikat itu terganggu hilang.
Tatkala dihadirkan kepada Nabi SAW panci berisi sayur-sayuran dan biji-bijian hijau lalu beliau mendapati baunya yang tidak sedap, maka beliau memerintahkan agar didekatkan kepada para shahabat yang hadir di sisinya, tatkala orang yang hadir di situ melihat ketidaksukaan beliau, ia mengira hal itu diharamkan lantas ragu untuk memakannya. Lantas beliau memberitahukan kepadanya bahwa makanan itu tidaklah diharamkan dan ketidaksukaannya bukan berarti karena ia haram dimakan.
Lalu beliau memerintahkannya agar memakannya dan memberitahukan kepadanya bahwa yang mencegahnya memakannya hanyalah karena beliau sedang mengadakan kontak dengan Rabbnya dan bermunajat dimana tidak seorang pun yang dapat sampai kepada tingkatan itu. Karenanya, wajib bagi beliau untuk berada dalam kondisi yang paling baik di kala melakukan ibadah dan pendekatan kepada Rabb SWT.
Hukum-Hukum Hadits
Kedua hadits di atas mengandung hukum-hukum sebagai berikut:
1.Larangan mendatangi masjid-masjid bagi siapa saja yang memakan bawang putih, bawang merah atau Kurrats.
2. Dapat digolongkan pula kepada benda-benda tersebut, tembakau yang digunakan oleh para perokok. Siapa saja yang memiliki kebiasaan merokok, maka hendaknya tidak menghisapnya ketika pergi ke masjid. Hendaknya ia membersihkan gigi dan mulutnya sehingga baunya hilang atau dapat meminimalisir baunya.
3. Dimakruhkan memakan benda-benda tersebut bagi siapa saja yang ingin menghadiri shalat di masjid agar tidak kehilangan kesempatan melakukan shalat berjema’ah di masjid alias selama ia memakannya tersebut bukan dimaksudkan sebagai rekayasa agar kehadirannya di masjid menjadi gugur dengan dalih hal itu diharamkan.!
4.Hikmah dilarangnya mendatangi masjid-masjid adalah agar malaikat dan juga para jema’ah shalat yang lain tidak terganggu.
5.Larangan mengganggu orang lain dengan segala jenis sarananya. Di dalam hadits di atas, terdapat sarana yang telah dinyatakan berdasarkan nash, maka menggolongkan yang lain kepadanya adalah benar dan sesuai dengan qiyas.
6.Pelarangan memakan bawang putih dan semisalnya bukan karena keharamannya. Hal ini berdasarkan perintah Nabi SAW yang memerintahkan agar memakannya. Jadi, berpantangnya Rasulullah SAW memakannya tidak menunjukkan kepada pengharaman.
Orang-orang berseru:
“Bawang telah diharamkan, bawang telah diharamkan!”.
Sampailah hal itu kepada Rasulullah SAW. Maka beliau pun berkata:
“Wahai sekalian manusia, aku tidaklah mengharamkan apa yang dihalalkan Allah. Akan tetapi aku hanya membenci bau pohon itu” (HR Muslim).
Faedah
Alasan sebagian ulama membolehkan memakan benda-benda tersebut adalah karena shalat berjema’ah hukumnya adalah fardhu kifayah.
Sisi pendalilannya, bahwa andaikata shalat berjama’ah itu fardhu ‘ain tentulah wajib menjauhkan benda-benda tersebut dari menghadiri shalat berjema’ah di masjid-masjid.
Sebenarnya, pendalilan mereka tersebut tidak tepat sebab melakukan hal-hal yang dibolehkan yang berimplikasi pada gugurnya suatu kewajiban tidak jadi masalah selama tidak dijadikan ‘trik’ untuk menggugurkan kewajiban tersebut. Contohnya, perjalanan yang dibolehkan pada bulan Ramadhan di mana boleh berbuka (tidak berpuasa) di siang hari bulan Ramadhan itu dan ini tidak jadi masalah asalkan seseorang tidak menjadikan bepergiannya tersebut sebagai sarana agar dapat berbuka (tidak berpuasa).
(SUMBER: Taysir al-‘Allam Syarh ‘Umdatul Ahkam karya Syaikh Abdullah bin Abdurrahman al Bassam, Jld.I, hal.261-263)
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar