Senin, 28 April 2014

hidup didunia seakan-akan orang asing dan pengembara


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



Saya sering mendapat petuah bahwa hidup itu hanya mampir minum (urip iku mung mampir ngombe). Kala itu saya menanggapi biasa saja petuah itu, belum tergerak mendalami petuah itu. Petuah itu ternyata sangat relevan dan  bersesuaian dengan hadis Nabi Saw yang terdapat dalam 40 hadist Arbain Imam Nawawi.

Dari Ibnu Umar ra berkata : 

"Bahwa Nabi Saw memegang pundak kedua pundak saya seraya bersabda : Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau pengembara “, Ibnu Umar berkata : Jika kamu berada di sore hari jangan tunggu pagi hari, dan jika kamu berada di pagi hari jangan tunggu sore hari, gunakanlah kesehatanmu untuk (persiapan saat) sakitmu dan kehidupanmu untuk kematianmu “ 
(HR Bukahri).


Dalam penjelasannya, Imam Nawawi menyatakan baberapa keutamaan seseorang itu asing dan pengembara sebagaimana dianjurkan Nabi Saw dalam bersikap kepada dunia, diantaranya adalah :

Hadirnya sikap yang selalu berhati-hati dan disiplin dalam membaca arah perjalanannya agar tidak tersesat.
Selalu waspada terhadap orang atau lingkungan yang buruk yang dapat menghambat perjalanannya.
Sikap itu akan menjadikan diri berhati-hati kepada orang lain, berusaha menjadikan dirinya manfaat sehingga diterima orang lain,
Berusaha memanfaatkan waktu atau ritme perjalanan sebaik-baiknya, dengan memperhatikan pergantian siang dan malam serta kondisi cuaca yang akan mempengaruhi kesehatannya, sehingga orang itu dapat mencapai tujuan dengan selamat.
Dalam buku Martin Lings, berjudul Muhammad, dikupas mengenai baik buruk seseorang yang hidupnya berpindah dan yang menetap. Nenek moyang bangsa Arab adalah sebagai pengembara, yang tinggal ditenda-tenda dan suka berpindah-pindah. Dalam berpindah-pindah seseorang itu akan membawa hal yang praktis dan ringan saja dan  meninggalkan barang bawaan yang repot dan memberatkannya.

Karena itu pengembara identik dengan kebebasan. Sebagai pengembara seseorang akan menjadi penguasa di suatu masa dan suatu tempat tertentu saja sehingga terhindar pada keterikatan waktu dan tempat. Dengan membongkar tenda dan berpindah ini simbol ia kan menanggalkan kehidupan yang kemarin dan menatap hari esok dengan lebih baik.

Cara hidup mengembara tentu berbeda dengan sikap hidup orang yang menetap. Sikap hidup orang yang menetap akan menjadikan orang itu seperti tahanan, terbelenggu dengan waktu dan tempat. Orang yang menetap akan menjalani hidup yang sama pada kemarin, sekarang dan masa akan datang dan hanya akan menjadi bulan-bulananan waktu.

Bila telah tumbuh menjadi kota, maka bersaranglah aneka kecurangan, segala intrik masyarakatnya, kemalasan dan berhura-hura tersembunyi dibalik-dinding-dindingnya, kecintaan terhadap sesuatu mengurangi ketajaman penglihatan dan sikap waspadanya. Segala sesuatu akan membusuk disana.

Dalam mamahami sikap hidup pengembara dan menetap, sebetulnya paling tidak ada 2 pelajaran,

Pertama, menjadikan dunia itu asing dan pengembara, menunjukkan bahwa hidup didunia adalah rentang yang sangat pendek dari safari perjalanan manusia, mulai dari alam arwah sebelum manusia dilahirkan hingga menuju kematian memasuki  alam kubur, alam barzah, alam Mahsyar, alam surga atau neraka.

Kedua bahwa hidup didunia ini adalah bersifat tidak tetap selalu berubah-ubah dan tidak kekal, tidaklah sebagai suatu yang dapat dipegang atau disandarkan, karena itu diri tidak boleh berkecenderungan dengan dunia, karena pasti itu akan ditinggalkan sedangkan alam akhirat adalah kekal dan nyata dan merupakan tempat yang menjadi tujuan pengembaraannya.

Perbedaan itu bukan berarti, kita saat ini yang menetap juga melakukan hal itu secara fisik, kemudian menjadi pengembara dengan meninggalkan tanggung jawab. Namun sebaiknya itu dapat diambil pelajaran. Dalam hal ini,  dapat juga diumpamakan agar seseorang itu memiliki semangat untuk pindah, dalam artian tidak menyukai dirinya tenggelam dalam kemaksiatan namun berupaya hijrah meninggalkan kemaksiatan untuk sesuatu yang lebih baik.

Dirinya selalu berkesadaran untuk tidak terlalu menyenangi dunia, karena kecintaan dunia akan membelenggu diri dan menghalangi tujuan akhir yang sebenarnya yaitu kehidupan akhirat kelak. Bekal yang berat berupa dunia akan ditinggalkan, namun akan memilih bekal diakhirat yang dapat dititipkannya kepada Allah, hingga seseorang itu menyongsong kematiannya dengan ringan dan bebas, itulah sebenar-benarnya orang yang cerdas.

Firman Allah : 

Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.
(Ghafir : 39)

Tidak kebetulan juga kemudian bila banyak para wali dan aulia yang lainnya menjadi seorang pengembara dalam menyebarkan da’wahnya, hingga kemudian menemukan tempat yang cocok dan menetap melalui pendirian masjid dan pondok pesantren.

Wallahu a’lam
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar