Berdoa adalah salah satu perintah Allah dan Rasul-Nya. Melakukan doa bagi setiap muslim merupakan kebutuhan yang tidak dapat terlepas dalam kehidupan sehari-hari. Dalam salah satu hadisnya Rasulullah telah bersabda bahwa berdoa itu adalah otak segala ibadah. Sementara Imam Nawawi al Bantani dalam salah satu kitabnya menyatakan:
“Meninggalkan berdoa adalah maksiat kepada Allah”.
Bagaimana pun, karena berdoa adalah salah satu dari perintah Allah dan Rasul-Nya, maka pasti didapatkan beberapa tata cara berdoa yang mengaturnya agar menjadi baik, rapi, membawa kepada khusyu, dan yang terpenting adalah diterima oleh Allah.
Di antara tata cara berdoa adalah bersikap ikhlas, bersuci terlebih dahulu, merendahkan diri kepada Allah, duduk dengan perasaan hina di hadapan Allah, menggunakan suara yang lembut dan tidak menjerit-jerit, berharap penuh agar doa diterima, dan yakin bahwa doa itu akan diterima Allah, sesuai dengan janji Allah;
“Dan berdoalah kepada-Ku niscaya Aku akan memustajabkannya untukmu”
Berdoa Dengan Mengangkat Tangan
Berdoa dengan mengangkat tangan apakah lebih afdhal atau hanya sekedar baik? Hal ini adalah menjadi masalah khilafiyah selama ribuan tahun yakni sejak zaman tabi’in, generasi yang bertemu dengan para sahabat nabi, sampai dengan saat sekarang ini. Hanya saja perlu dicatat dengan huruf besar bahwa perbedaan pendapat antara para ulama dalam hal ini hanya meliputi masalah afdhal atau tidaknya dalam mengangkat tangan ketika berdoa itu, bukan tentang bid’ah atau sunnahkah mengangkat tangan dalam berdoa itu. Persoalan ini perlu kami jelaskan agar tidak menjadi benang kusut di tengah-tengah umat, terutama kalangan awam yang kadang-kadang menjadi bingung dan ragu akibat kerasnya terpaan angin saling cela mencela antar pendapat yang berbeda selama ini.
Sebagian ulama dari kalangan tabi’in seperti: Sa’id al Musayyab, Sa’id bin Jubair, Syuraih, Atha’ dan Thawus, mereka tidak menyukai berdoa dengan mengangkat tangan. Mereka ini lebih memilih mengisyaratkan dengan jari telunjuk keatas saat berdoa kepada Allah untuk suatu keperluan tertentu. Dalam pandangan mereka mengisyaratkan jari telunjuk saat berdoa itu terlihat lebih ikhlas.
Adapun yang memperbolehkan berdoa dengan mengangkat tangan adalah jama’ah dari kalangan sahabat nabi dan tabi’in pula. Pendapat yang memperbolehkan mengangkat tangan dalam berdoa tentu saja berdasarkan pada hadis-hadis nabi juga. Dan pendapat ini sangat terkenal di negeri Nusantara, serta negeri-negeri lain khususnya yang menganut mazhab Imam Syafi’i, Imam Hambali, dan Imam Maliki Rahimahumullah.Demikian menurut sebahagian tabi’in ini.
Dalil-Dalil Berdoa Dengan Mengangkat Tangan
Dari Abu Musa Al Asy’ari Radhiyallahu anhu dia berkata,
“Rasulullah pernah berdoa dan beliau mengangkatkan kedua tangannya ketika berdoa itu, sehingga aku (Abu Musa Al Asy’ari) melihat putihnya ketiak beliau.”
(HR. Bukhari, no. 6341).
Abdullah bin Umar Radhiyallahu ‘Anhuma berkata,
“Nabi Saw. telah mengangkatkan kedua tangannya seraya beliau berdoa, “Ya Allah aku lepas tanggung jawab terhadap Engkau atas apa yang dilakukan oleh Khalid bin Walid.”
(HR. Bukhari, Ahmad, Nasa’i, Ibnu Hibban).
Pada saat terjadi perang Badar, Rasulullah memandang kaum musyrikin yang terdiri dari 1000 orang pasukan, sementara para sahabat nabi hanya terdiri dari 317 orang saja. Kemudian Rasulullah menghadap kiblat seraya mengangkatkan kedua tangannya, lalu beliau berdoa kepada Tuhan-nya. (HR. Muslim).
Dalam hadis yang lain, dari Salman al Farsi Radhiyallahu 'anhu dari Rasulullah Saw, beliau telah bersabda,
“Sesungguhnya Tuhan kamu itu Maha Menghidupkan dan Maha Mulia, serta malu terhadap hamba-Nya yang mengangkatkan kedua tangannya ketika berdoa kepada-Nya, lalu Allah mengembalikan doanya itu dengan tangan hampa – atau beliau bersabda sia-sia.” (HR. Ibnu Majah, Abu Dawud, Turmidzi, Ahmad, Thabrani, Hakim).
Imam Ibnu Majah meletakkan hadis ini dalam bab “Berdoa dengan Mengangkat Tangan Saat Berdoa”. (Sunan Ibnu Majah Jilid II nomor 3865).
Dalam sebuah hadis yang lain diriwayatkan:
“Adalah Rasulullah apabila berdoa, beliau mengangkatkan kedua tangan beliau, maka tidaklah beliau meletakkan tangan tersebut sebelum beliau mengusapkan kedua tangannya ke wajah beliau.”
(HR. Imam Turmudzi, Shahih Gharib).
Imam Turmidzi meletakkan hadis ini dalam Bab “Mengangkat Tangan dalam Berdoa”.
(kitab Shahih Turmidzi jilid V halaman 463 – 464).
Hadis Turmidzi tersebut diatas, selain menunjukkan sunat hukumnya mengangkat tangan dalam berdoa, juga sekaligus menunjukkan sunatnya menghapus muka dengan kedua tangan setelah selesai berdoa. Hadis ini menurut Imam Turmidzi statusnya Shahih Gharib, dan bukan hadis Dhaif. Menurut Al Hafidz dalam kitabnya At-Taqrib hadis di atas mendapatkan satu Syahid (penguat) yang sesuai dengan makna hadis tersebut, dari hadis lain yang bersanadkan Said bin Yazid dari bapaknya. Dengan demikian Al-Hafidz mengakui hadis ini berstatus hasan shahih li ghairihi, bukan hadis dhoif…..!
Meskipun demikian, ternyata hadis menghapus muka dalam berdoa ini, didhaifkan oleh Nasirudin Al-Albani. Namun, tidaklah dia dalam hal ini, dapat menggusur pendapat Imam Turmidzi dan Al Hafidz. Albani sendiri menurut riwayat hidup yang ditulisnya, serta diakui olehnya sendiri, mengatakan bahwa beliau bukanlah seorang hafidz hadis. Penelitian yang dia lakukan adalah penelitian perpustakaan di berbagai perpustakaan, dan bukan penelitian menurut hafalan, sebagaimana layaknya tradisi baku para pakar hadis selama ribuan tahun. Tidak heran pula jika beliau kemudian mendapat banyak bantahan dari para ulama hafidz hadis sezamannya, antara lain, Syeikh Hasan Ali Syaqqaf Damaskus, Syeikh Harari Libanon, Syeikh Al-Buthi, Syeikh Utsaimin Saudi Arabia, Syeikh Salim Hilali, murid Albani sendiri, dan lain-lain.
Dengan demikian, sudah semestinyalah bagi kita perbedaan pendapat tidak menyebabkan permusuhan apalagi sampai kafir mengkafirkan atau bid’ah membid’ahkan satu dengan lainnya. Bukankah perbedaan pendapat ini hanya meliputi dalam hal afdhal dengan baik saja, bukan antara haram dengan boleh….?. Ingat, bahwa di bawah derajat afdhol adalah bagus, bukan bid’ah. Ini perlu diketahui pula. Dalam bahasa Inggeris, afdhol itu artinya best, dan di bawah best adalah better, dan di bawah better masih ada good, bukan setelah best langsung menjadi bad (buruk) apalagi worst (paling buruk),terus masuk neraka…..! Na’udzubillah……
Di sisi lain, bagi seorang Imam dan Khatib yang sedang berkhutbah, makruh mengangkatkan tangannya ketika berdoa di atas mimbar saat berkhutbah, kecuali ketika melaksanakan khutbah pada shalat Istisqa, yakni shalat meminta hujan. Dalam sholat istisqa’ khatib disunatkan mengangkatkan tangan saat berdoa dalam khutbahnya, karena Rasul pun mengangkatkan kedua tangan beliau, sehingga terlihat putih ketiak beliau. (HR. Muslim). Inilah pendapat yang dikutip oleh Imam Syafi’i rahimahullah.
Dengan demikian, berdoa mengangkatkan tangan adalah salah satu sunnah Rasulullah dan telah dipilih oleh sebagian jamaah sahabat nabi dan tabi’in, serta berlaku terus sebagai amalan kaum muslimin sampai sekarang ini. Jika ada orang-orang yang tidak menyukai mengangkat tangan saat berdoa itu, maka hal itu tidaklah mesti menyebabkan saling membenci satu dengan lainnya apalagi sampai mengancam orang lain dengan neraka. Hal tersebut hanya akan menambah perpecahan di kalangan umat yang memang sangat sulit untuk dipersatukan ini. Padahal dahulu pun, perbedaan dalam hal berdoa dengan mengangkat tangan ini bukan meliputi permasalahan antara halal atau haram, sehingga tidaklah perlu bersikap keras terhadap orang yang berbeda faham dengan kita dalam hal ini.
Kesimpulan :
Dalam perkara berdoa dengan mengangkatkan tangan ini paling tidak ada dua pendapat.
Yang pertama memandang afdhol tidak mengangkatkan tangan dalam berdoa, tetapi melakukan isyarat dengan menunjukkan jari telunjuk ke langit.
Adapun pendapat yang kedua adalah dengan mengangkatkan kedua tangan menengadahkan kedua telapak tangan menghadap langit, dan bukan menengadahkan punggung tangan ke langit, sebab menggunakan punggung tangan ini dilarang nabi dilakukan saat berdoa. Inilah dua perkara yang ada tertera dalam kitab-kitab hadis dan dilakukan oleh generasi salafussholih.
Nah, jika kemudian ada orang yang berdoa dengan tidak mengangkatkan kedua tangan, dan tidak pula melakukan isyarat dengan telunjuk ke langit, melainkan hanya menekur seraya meletakkan kedua tangan di lutut atau paha saja, maka hal seperti ini justru tidak didapati dalam hadis-hadis nabi., dan tidak dilakukan oleh generasi salaf pula. Oleh karena itu tidak sepatutnya orang yang melakukan hal seperti ini malah gencar mencela orang yang berdoa mengangkatkan tangan, padahal perbuatan mereka mengangkat tangan itu justru sesuai dan mengikuti sunnah berdasarkan hadis-hadis nabi yang shohih.
Begitupun amalan berdoa dengan mengangkat tangan atau isyarat menurut para ulama adalah berkenaan dengan doa yang maslahah dan mas'alah bukan pada doa-doa masnunah harian, seperti doa makan, tidur, masuk WC, pakai baju, keluar masuk rumah, naik kenderaan dan lain-lain.
Wallahu A’lam bishshawab
Sumber dari: Tafsir Qurthubi dan Al-Hawi al-Fatawi, Imam Suyuthi
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar