Shalat yang khusyu’ adalah shalat yang dapat menghilangkan segala pikiran di luar shalat. Dirinya hanya berkonsentrasi untuk bermunajat pada Allah. Itulah namanya khusyu’.
Ada kisah dari seorang tabi’in yang diceritakan oleh Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah bagaimana sangat khusyu’nya shalat tabi’in tersebut. Ia pernah diamputasi dalam keadaan ia sedang shalat.
Pikirannya begitu konsentrasi saat shalat, tidak melayang ke mana-mana, sehingga walau kaki sedang dipotong pun tidak terasa apa-apa. Masya Allah … Shalat yang luar biasa.
Beliau menyebutkan kisah tersebut ketika membawakan ayat,
إِنَّ الصَّلَاةَ تَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ
“Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (QS. Al ‘Ankabut: 45).
Beliau membawakannya saat menjelaskan kitab Riyadhis Sholihin karya Imam Nawawi rahimahullah.
Kata Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, “Shalat bisa demikian jika shalat tersebut dilakukan dalam bentuk sempurna mungkin. Ternyata kita dapati bahwa hati kita tidaklah berubah dan tidak benci pada perbuatan fahisyah atau mungkar setelah shalat kita, atau keadaan kita tidak berubah menjadi baik, mengapa? Bisa jadi karena shalat kita bukanlah shalat yang demikian yaitu yang bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar. Karena ingat, firman Allah itu benar dan janji-Nya itu betul yaitu shalat itu bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Sebenarnya, shalat itu demikian yaitu jika engkau bertekad untuk bermaksiat atau hatimu condong pada maksiat, lalu engkau lakukan shalat, maka terhapuslah semua keingian jelek tersebut. Namun tentu saja hal itu dengan syarat, shalat itu adalah shalat yang sempurna. Wajib kita meminta pada Allah agar kita diberi pertolongan dengan shalat kita. Marilah kita sempurnakan shalat tersebut sesuai dengan kemampuan kita dengan memenuhi rukun, syarat, wajib, dan kesempurnaan shalat. Karena memang shalat itu bisa mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Sebagian ulama salaf sampai berkata, jikalau shalat yang kita lakukan tidak mencegah dari yang mungkar, maka sungguh itu berarti kita semakin jauh dari Allah. Nas-alullah al ‘afiyah, kita mohon pada Allah keselamatan. Karena bisa jadi shalat yang kita lakukan tidak sesuai yang diminta. Lihatlah para ulama salaf dahulu, ketika mereka masuk dalam shalat mereka, mereka tidak merasakan lagi apa-apa, semua hal di pikiran disingkirkan kecuali hanya bermunajat dengan Allah Ta’ala.” (Syarh Riyadhis Sholihin, 5: 45-46).
Coba perhatikan bagaimana shalat para ulama salaf yang begitu konsentrasi ketika shalatnya. Ada seorang fuqoha tabi’in yang bernama ‘Urwah bin Zubair. Beliau terkena penyakit akilah pada sebagian anggota tubuhnya di mana penyakit tersebut dapat menggerogoti seluruh tubuh. Akibatnya, dokter memvonis anggota tubuh yang terkena akilah tersebut untuk diamputasi sehingga anggota tubuh yang lain tidak terpengaruh. Bayangkan saat itu belum ada obat bius supaya bisa menghilangkan kesadaran ketika diamputasi. Lalu ia katakan pada dokter untuk menunda sampai ia melakukan shalat. Tatkala ia melakukan shalatnya barulah kakinya diamputasi. Dan ia tidak merasakan apa-apa kala itu karena hatinya sedang sibuk bermunajat pada Allah. Hati jika sudah tersibukkan dengan sesuatu, maka tidak akan merasakan sesuatu yang terkena pada badan.
Itu yang diceritakan oleh Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin dalam Syarh Riyadhis Sholihin (5: 46)
ketika melanjutkan penjelasan sebelumnya. Lihatlah shalat para ulama begitu sempurna, segala macam kesibukan dibuang jauh-jauh, hingga kakinya diamputasi pun, mereka tidak merasakan apa-apa karena sedang terhanyut dalam shalat. Itulah shalat yang nantinya dapat mencegah dari perbuatan keji dan mungkar.
Kata Syaikh Ibnu ‘Utsaimin melanjutkan, “Ketika shalat, seharusnya seseorang mengkonsentrasikan diri untuk beribadah kepada Allah. Jangan sampai ia menoleh ke kanan dan ke kiri sebagaimana kebiasaan sebagian orang yang shalat. Jangan sampai terlintas di hati berbagai pikiran yang beraneka ragam ketika sudah masuk dalam shalat.” (Idem)
Hanya Allah yang memberi taufik dan hidayah.
Referensi:
Syarh Riyadhis Sholihin, Syaikh Muhammad bin Sholih Al ‘Utsaimin, terbitan Madarul Wathon Riyadh, cetakan ketiga, tahun 1427 H.
Artikel Terkait
ISLAM
- Siapakah yang Pertama Kali (dalam Islam)
- PEMIMPIN DALAM PANDANGAN ISLAM
- Tipe Wanita yang Disunnahkan untuk Dilamar
- Mengenal Syariat Islam
- Menulis, dari Makna hingga Daya
- hidup didunia seakan-akan orang asing dan pengembara
- Memakan Bawang Dan Sejenisnya Menurut Islam
- Adab Ziarah Kubur Sesuai Syariat
- Membiasakan Tafakkur
- HIKMAH MENIKMATI
- Sa’id bin Zaid ra. (Diantara 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga)
- Thalhah bin Ubaidillah ra. (Diantara 10 Sahabat Nabi yang Dijamin Masuk Surga)
- Sa'ad bin Abi Waqqash ra. (diantara 10 Sahabat Rasulullah yang dijamin masuk surga)
- Sujud Sahwi
- SENI BERDAKWAH DI DUNIA MAYA
- Hukum dan Kedudukan Hadits Qunut Subuh
- Perkara yang Membatalkan Keislaman
- Kisah Hikmah: Bakti Istri kepada Suami
- ISTRI SHOLEHAH
- UTAMAKAN IBU ATAU ISTRI
- HIDUP ITU INDAH
- Mutiara Dibalik Musibah
- ADAB MENULIS HADIST
- AWAL MASUKNYA ISLAM DI NUSANTARA (Fakta Sejarah)
- WAKTU SHOLAT
SHALAT
- Memakan Bawang Dan Sejenisnya Menurut Islam
- Sujud Sahwi
- Hukum dan Kedudukan Hadits Qunut Subuh
- WAKTU SHOLAT
- Doa Setelah Shalat Tahajjud
- Cara Nabi Qiyamullail, Tahajjud, Witir & Berdoa
- Imam Shalat
- Shalat Jama'ah Bagi Wanita
- SHALAT SUNNAT ISTIKHARAH
- Hal-hal yang membatalkan shalat
- Sholat Qoshor
- MENGANGKAT TANGAN SAAT BERDOA
- Shalat Khusyu’ Menurut Tuntunan Rasulullah
- Indahnya Qiyamul Lail, Sholat Tahajjud di Malam Hari
- 5 Shalat Sunnah yang Bisa Dirutinkan
- SHALAT ISYROQ : PAHALA AMAL SETARA HAJI DAN UMROH
- Tingkatan Manusia Ketika Shalat
- Keutamaan Adzan dan Muadzin
- KEUTAMAAN SHOLAT SHUBUH
Tidak ada komentar:
Posting Komentar