Rabu, 05 Februari 2014

Musik dalam Kacamata Islam


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



“Diantara perangkap dan tipu daya musuh Allâh Ta'âla, yang menyebabkan orang yang sedikit ilmu dan agamanya terpedaya, serta menyebabkan hati orang-orang bodoh dan pelaku kebathilan terperangkap adalah mendengarkan tepuk tangan, siulan, dan nyanyian dengan alat-alat yang diharamkan, yang menghalangi hati dari al-Qur’ân dan menjadikannya menikmati kefasikan dan kemaksiatan. Nyanyian adalah senandungnya setan dan dinding pembatas yang tebal dari ar-Rahman. Ia adalah mantra homoseksual dan zina. Dengannya orang fasik yang mabuk cinta mendapatkan puncak harapan dari orang yang dicintainya. Dengan nyanyian ini, setan memperdaya jiwa-jiwa yang bathil, ia menjadikan jiwa-jiwa itu – melalui tipu daya dan makarnya– menganggap nyanyian itu baik. Lalu, ia juga meniupkan syubhat-syubhat (argumen-argumen) bathil sehingga ia tetap menganggapnya baik dan menerima bisikannya, dan karenanya ia menjauhi al-Qur’ân…”
Ibnu Qayyim, Ighâtsatul Lahfân (I/408) dan Mawâridul Amân (hlm. 295)


Saudara-saudaraku seiman dan seagama. Di zaman yang modern ini, sudah menjadi rahasia umum jikalau kita mendapati begitu banyak kemaksiatan yg mana kemaksiatan tersebut bersifat terselubung dan tidak diketahui oleh saudara-saudara muslim kita. Hal ini kemungkinan disebabkan karena minimnya pengetahuan agama dalam diri umat muslim saat ini, atau juga dikarenakan sedikitnya para aktivis muslim maupun para da’i yang menjelaskan hal ini.

Salah satu kemaksiatan yang tidak disadari oleh kita yaitu tentang mendengar, memainkan dan menyanyikan lagu (musik). Jikalau kita melihat disekeliling kita, tentunya kita sering mendapati saudari-saudari kita yang mengenakan jilbab sehingga terlihat begitu santun dan anggun. Namun alangkah terkejutnya jika ternyata mereka menyukai musik, mendengarkannya dan menyanyikannya. Tentu saja sikap ini berseberangan dengan penampilannya selaku seorang muslimah. Mengapa bisa terjadi hal seperti itu? Kembali pada pernyataan di atas bahwasanya mereka tidak mengetahui hukum nyanyian/musik dalam islam atau mereka menganggapnya sebagai suatu hal yang mubah (boleh) berdasarkan dalil-dalil yang mereka pahami.

kali ini akan menjelaskan tentang seni musik. Tentunya pembahasannya tidak mendasarkan kepada ra’yu semata, akan tetapi insya Allah merujuk kepada dalil-dalil yang bisa dipertanggung jawabkan. Silahkan dicermati.

Dalil Al Qur’an

((وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَشْتَرِي لَهْوَ الْحَدِيثِ لِيُضِلَّ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ بِغَيْرِ عِلْمٍ وَيَتَّخِذَهَا هُزُوًا أُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ مُهِينٌ))

”Dan diantara manusia (ada) orang yang mempergunakan percakapan kosong untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa ilmu dan menjadikannya olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.” (QS. Luqman 6)

Kata ”lahwal hadits” diatas diterjemahkan sebagai percakapan kosong menurut beberapa versi Al Qur’an dan sebagai kata-kata yang tidak berguna menurut Al Quran versi yang lain. Namun kedua-duanya mengandung pengertian yang serupa. Sekilas, kata ”percakapan kosong” tersebut mengindikasikan omongan atau pembicaraan yang tak bermanfaat, namun para sahabat dan tabi’in yang mulia -dan semoga Allah merahmati mereka- menafsirkan ayat tersebut sebagai musik dan nyanyian. Ini berdasarkan bermacam-macam kitab tafsir: Tafsir Ibnu Katsir 6/330, Tafsir Al Qurtubi 14/52, Tafsir at Tabari 20/127, dll.

Adapun dalam kitab Tafsir At Tabari, termuat di dalamnya perkataan para sahabat tentang tafsiran ayat ini.

Ibnu Mas’ud (Sahabat): 

“Nyanyian, demi Yang tidak ada yang berhak disembah selain Dia” beliau sampai mengulangnya tiga kali"

Ibnu ‘Abbas (Sahabat): 

“Nyanyian dan yang sejenisnya dan mendengarkannya”

Jabir (Sahabat):

”Nyanyian dan mendengarkannya”

Mujahid (Tab’in):

”Nyanyian dan semua permainan yang melalaikan” dalam kesempatan lain beliau mengatakan “Genderang (rebana)”

((وَاسْتَفْزِزْ مَنِ اسْتَطَعْتَ مِنْهُمْ بِصَوْتِكَ ….الخ ))

”Dan perdayakanlah siapa saja di antara mereka yang engkau (iblis) sanggup dengan suaramu (yang memukau)…” (QS. Al Isra 64)

Kata ”suara” pada ayat yang agung di atas menunjukkan musik. Hal ini merujuk kepada kitab tafsir: Tafsir At Tabari 8/108, Adhwa’ul bayaan 3/230, Tafsir Al Qurtubi 10/288, dll. Maka perhatikanlah bagaimana Allah SWT telah menyindir dan memberi image negatif terhadap musik.

Dalil Hadist Nabi

Abu Maalik Al Asyaari (rad) meriwayatkan bahawa Rasulullah(saw) bersabda mafhumnya: 

“ Akan  ada  beberapa kaum dari umatku yang menghalalkan zina, sutera (bagi lelaki), khamr dan alat muzik dan beberapa kamu akan turun/berhenti di sudut sebuah bukit yang tinggi.  Para penternak datang kepada mereka di waktu petang dengan membawa haiwan-haiwan ternakan mereka kerana sesuatu keperluan, lalu mereka berkata:  Datanglah semua menemui kami esok.  Lantas Allah(swt) memusnahkan mereka pada waktu malam dan menjatuhkan bukit yang tinggi itu ke atas mereka dan sebahagian yang lain lagi Allah mengubah rupa mereka menjadi seperti kera dan babi sampailah ke hari kiamat".

(Hadith ini saheeh – Ri. Al Bukhari dalam kitab saheehnya (4/30).  lihat  Silsilatul Ahadeeth As Saheehah 1/91/139-147  dan Saheeh Al Jaami’us Sagheer 5466.)

Rasulullah SAW bersabda:

”Sungguh, akan ada orang di umat ini yang akan menghalalkan zina, sutera, khamr, dan alat musik…” (Bukhari, Abu Daud, Ibnu Hibban, Tabrani)

Abu Mu’awiyah mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

”Allah mengutusku dengan petunjuk sebagai rahmat bagi manusia dan Dia memerintahkan aku untuk menghancurkan alat musik, berhala, salib dan benda-benda yang melalaikan” (Ahmad, Tabrani, hadist ini derajatnya hasan lighairi)

Anas bin Malik (ra) berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:

”Dua suara dilaknat di dunia dan akhirat; musik pada saat bersuka cita dan ratapan pada saat musibah” (Bayhaqi)

Abdullah bin Amru mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:

”Perumpamaan dari orang yang duduk di atas ranjang wanita penyanyi adalah seolah-olah dia ditelan ular hitam dari ular-ular hitam pada hari kiamat” (Tabrani)

Ibnu Abbas mengatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda:

“Sesungguhnya Allah mengharamkan khamr, judi dan genderang” (Abu Daud, Ibnu Hibban)

Adapun hadist yang akan disebutkan di bawah ini memiliki beberapa kelemahan dalam sanadnya, namun matan hadistnya Insya Allah menguatkan anggapan hadist-hadist di atas tentang ketidakbolehan nyanyian.

Ibnu Abbas berkata:

“Rasulullah SAW melarang enam hal: khamr, judi, musik, meniup terompet, menabuh drum dan gendang” (Tabrani)

Abu Umamah (ra) mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:

“Tidak seorangpun yang bernyanyi melainkan Allah akan mengutus dua setan untuk duduk di bahunya dan menendangi dada orang itu dengan tumit mereka. Setan-setan tersebut akan berhenti menendang manakala orang itu berhenti bernyanyi” (Tabrani, Abu Ya’la)

Abu Umamah (ra) mengatalkan bahwa Rasulullah bersabda:

“Jangan menjual atau membeli wanita penyanyi dan jangan mengajarkan nyanyian kepada mereka. Tiada kebaikan dalam hal itu dan upah yang diterima adalah haram” (Tirmidzi)

Perkataan Sahabat dan Tabi’in

Abdullah bin Mas’ud (ra) berkata:

“Sesungguhnya musik menumbuhkan kemunafikan dalam hati sebagaimana air menumbuhkan tanaman” (Bayhaqi, Ibnu bin Abi Dunya)

Abu Amir al Auza’I (rhm) berkata:

“Umar bin Abdul Aziz menulis surat kepada Umar bin Walid: …dan alat musik adalah bid’ah dalam islam…” (An Nasa’i, sanadnya shahih)

Qatadah (rhm) berkata:

“Al Qurannya iblis adalah puisi, muadzinnya adalah alat musik, dan perangkapnya adalah wanita” (dalam kitab Fathul Bari)

Asy Syaukani (rhm) berkata:

“Mayoritas ulama berpendapat bahwa musik itu dilarang” (dalam kitab Aun al Mabood)

Pernyataan Empat Imam Mazhab

1. Mazhab Hanafi

Imam Abu Yusuf dan Imam Muhammad (sahabat Abu Hanifa rhm.) menyatakan bahwa seseorang tak bisa disalahkan jika ia menghancurkan alat musik. (dalam kitab Tabiin Al Haqaiq)

Imam Abu Yusuf berkata:

“Jika ada orang yg mendengar musik dari dalam rumah seseorang, dia bisa masuk kerumah itu tanpa permisi (untuk menghentikannya). Aku takkan menghentikan tindakan orang yang memenuhi kewajiban ini (dalam beramar ma’ruf)”(dalam kitab Al Bahr Ar Raiq)

2. Mazhab Maliki

Imam Malik (rhm) berkata sebagaimana desebut dalam kitab Al Mudawwanah:

“Aku membenci gendang dan alat musik baik pada acara pernikahan maupun saat kesempatan lain” (dalam kitab Manhal Jalil)

3. Mazhab Syafi’i

Imam Syafi’i (rhm) menyebutkan bahwa laki-laki yang pekerjaannya bernyanyi; dimana orang-orang memanggilnya, datang padanya, menyebutnya sebagai penyanyi dan ia telah dikenal orang banyak, ataupun wanita yang bernyanyi, maka kesaksiannya tak diterima. Orang yang bernyanyi biasanya dianggap bodoh tanpa moral dan etika. (dalam kitab As Sunan As Sughra).

4. Mazhab Hambali

Imam Ahmad (rhm) berkata:

”Aku tak menyukai musik karena ini menyebabkan tumbuhnya kemunafikan dalam hati” (dalam kitab Al Kafi Fiqh Al Hambali)

Pernyataan Para Ulama Khalaf dan Kontemporer

Ibnu Taimiyah (rhm) berkata:

”Nyanyian adalah sebuah cara untuk zina, ini berasal dari penyebab terbesar yang menuntun kepada tindakan tak beradab” (Majmu Fatawa)

Syaikh Asy Syanqithi (rhm) menetapkan:

”Nyanyian tanpa alat musik mutlak diharamkan” (Syarah Zaad Al Mustaqna)

Syaikh Bin Baz (rhm) berkata:

”Bahkan jika nyanyian dinyanyikan tanpa alat musik sekalipun tetaplah terlarang berdasarkan jumhur ulama” (Majmu Fatawa Wa Maqaalat Ibnu Baz)

Pernyataan ulama-ulama di Kuwait:

”Nyanyian itu diharamkan apabila berisi perkataan yang terlarang, …dan jika ini membuatmu lalai dari ibadah wajib maka tentulah itu haram” (Fataawaa Qutta al Iftaa bil Kuwait)

Maulana Zafar Ahmad Thanwi (rhm.) menetapkan bahwa musik itu mutlak diharamkan. (Imdaad Al Ahkam 4/375-376, Maktabah Darul Ulum Deoband)

Maulana Yusuf Ludhwani (rhm) berkata:

”Allah ta’ala telah menjadikan musik itu haram” (Aap ke Masail Aur Unka Hal, 7/338)

Nyanyian di masa kini:

Kebanyakan lagu dan musik pada saat ini di adakan dalam berbagai pesta juga dalam tayangan televisi dan siaran radio. Mayoritas lagu-lagunya berbicara tentang asmara, kecantikan, ketampanan dan hal lain yang lebih banyak mengarah kepada problematika biologis, sehingga membangkitkan nafsu birahi terutama bagi kawula muda dan remaja. Pada tingkat selanjutnya membuat mereka lupa segala-galanya sehingga terjadilah kemaksiatan, zina dan dekadensi moral lainnya.

Lagu dan musik pada saat ini tak sekedar sebagai hiburan tetapi sudah merupakan profesi dan salah satu lahan untuk mencari rizki. Dari hasil menyanyi, para biduan dan biduanita bisa membangun rumah megah, membeli mobil mewah atau berwisata keliling dunia, baik sekedar pelesir atau untuk pentas dalam sebuah acara pesta musik.

Tak diragukan lagi hura-hura musik baik dari dalam atau manca negara sangat merusak dan banyak menimbulkan bencana besar bagi generasi muda. Lihatlah betapa setiap ada pesta kolosal musik, selalu ada saja yang menjadi korban. Baik berupa mobil yang hancur, kehilangan uang atau barang lainnya, cacat fisik hingga korban meninggal dunia. Orang-orang berjejal dan mau saja membayar meski dengan harga tiket yang tinggi. Bagi yang tak memiliki uang terpaksa mencari akal apapun yang penting bisa masuk stadion, akhirnya merusak pagar, memanjat dinding atau merusak barang lainnya demi bisa menyaksikan pertunjukan musik kolosal tersebut.
Jika pentas dimulai, seketika para penonton hanyut bersama alunan musik. Ada yang menghentak, menjerit histeris bahkan pingsan karena mabuk musik. Para pemuda itu mencintai para penyanyi idola mereka melebihi kecintaan mereka kepada Allah Ta’ala yang menciptakannya, ini adalah fitnah yang amat besar.

Tersebutlah pada saat terjadi perang antara Bangsa Arab dengan Yahudi tahun 1967, para pembakar semangat menyeru kepada para pejuang: 

“Maju terus, bersama kalian biduan fulan dan biduanita folanah … “, 

kemudian mereka menderita kekalahan di tangan para Yahudi yang pendosa.
Semestinya diserukan: 

"Maju terus, Allah bersama kalian, Allah akan menolong kalian.” 

Dalam peperangan itu pula, salah seorang biduanita memaklumkan jika mereka menang maka ia akan menyelenggarakan pentas bulanannya di Tel Aviv, ibukota Israel -padahal biasanya digelar di Mesir-. Sebaliknya yang dilakukan orang-orang Yahudi setelah merebut kemenangan adalah mereka bersimpuh di Ha’ith Mabka (dinding ratapan) sebagai tanda syukurnya kepada Tuhan mereka.

Semua nyanyian itu hampir sama, bahkan hingga nyanyian-nyanyian yang bernafaskan Islam sekalipun tidak akan lepas dari kemungkaran. Bahkan di antara sya’ir lagunya ada yang berbunyi:

“Dan besok akan dikatakan, setiap nabi berada pada kedudukannya …
Ya Muhammad inilah Arsy, terimalah …”

Bait terakhir dari sya’ir tersebut adalah suatu kebohongan besar terhadap Allah dan RasulNya, tidak sesuai dengan kenyataan dan termasuk salah satu bentuk pengkultusan terhadap diri Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wasallam, padahal hal semacam itu dilarang.

Kiat Mengobati virus nyanyian dan musik :

Di antara beberapa langkah yang dianjurkan adalah:

Pertama, Lawan terbesar dari lagu dan musik adalah dzikrullah (berdzikir kepada Allah). Membaca al-Qur’an terutama membaca surat al-Baqarah, berdasarkan sabda Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam-:

“Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian seperti kuburan. Sesungguhnya setan akan lari dari rumah yang dibacakan surat al-Baqarah di dalamnya.” 
[Shahih: HR.Muslim no.780 dari Shahabat Abu Hurairah -radhiyallahu 'anhu-].

Kedua, Membaca Sirah Nabi Muhammad -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan kepribadian beliau serta membaca kisah-kisah para Shahabat -radhiyallahu ‘anhum-.

Ketiga, Ingatlah bahwa bernyanyi dan main musik tidak ada manfaatnya begitu pula mendengarkannya. Semua itu adalah perbuatan sia-sia. Sifat orang yang beriman adalah meninggalkan hal yang sia-sia.

Keempat, Berteman dengan orang-orang yang shalih.
Sebab, teman yang shalih akan senantiasa mengajak kepada ketaatan kepada Allah Ta’ala dan melarang dari berbuat maksiat kepada Allah Ta’ala. Selain itu, agama seseorang tergantung dari agama sahabat karibnya, Rasulullah -shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

“Seseorang itu tergantung pada agama teman karibnya. Maka hendaklah seorang dari kalian memperhatikan dengan siapa itu bersahabat karib.” [Hasan: HR.Ahmad (II/303; 334), Abu Dawud (no.4833), dan at-Tirmidzi (no.2378)

Nyanyian yang diperbolehkan:

Pertama
Nyanyian pada hari Raya ‘Idain (Hari Raya Idul Fitri dan Idul Adha). Dalilnya adalah pada hadits ‘Aisyah.r.a bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk menemui ‘Aisyah.r.a dan disana ada dua orang budak perempuan kecil yang memukul- mukul rebana, maka Abu Bakar r.a membentak keduanya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: 

“Biarkanlah mereka, karena setiap kaum memiliki hari raya, dan hari raya kita adalah hari ini,”. 
(HR. Bukhari)

Kedua
Menyanyi dengan rebana ketika berlangsung pesta pernikahan,untuk menyemarakkan suasana sekaligus memperluas kabar pernikahannya. Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:

"Pembeda antara yang halal dengan yang haram adalah memukul rebana dan suara (lagu) pada saat pernikahan." 
(Hadits shahih riwayat Ahmad). 

Yang dimaksud di sini adalah khusus untuk kaum wanita.

Ketiga
Nasyid Islami (nyanyian Islami yg tanpa diiringi dengan musik) yang disenandungkan saat bekerja sehingga bisa lebih membangkitkan semangat, terutama jika di dalamnya terdapat do'a. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam menyenandungkan sya'ir Ibnu Rawahah dan menyemangati para sahabat saat menggali parit. Beliau bersenandung:

"Ya Allah tiada kehidupan kecuali kehidupan akherat maka ampunilah kaum Anshar dan Muhajirin."

Seketika Muhajirin dan Anshar kaum menyambutnya dengan senandung lain:

"Kita telah membai'at Muhammad, kita selamanya selalu dalam jihad."

Ketika Rasulullah saw menggali tanah bersama para sahabatnya,juga bersenandung dengan sya'ir Ibnu Rawahah yang lain:

"Demi Allah, jika bukan karena Allah, tentu kita tidak mendapat petunjuk, tidak pula kita bersedekah, tidak pula mengerjakan shalat. Maka turunkanlah ketenangan kepada kami, mantapkan langkah dan pendirian kami jika bertemu (musuh) Orang-orang musyrik telah mendurhakai kami, jika mereka mengingin-kan fitnah maka kami menolaknya."

Dengan suara koor dan tinggi mereka balas bersenandung 

"Kami menolaknya, ... kami menolaknya." 
(Muttafaq 'Alaih)

Keempat
Nyanyian yang mengandung pengesaan Allah, kecintaan kepada Rasululah Shallallahu 'Alaihi Wasallam dengan menyebutkan sifat-sifat beliau yang terpuji; atau mengandung anjuran berjihad, teguh pendirian dan memper-baiki akhlak; atau seruan kepada saling mencintai, atau menolong di antara sesama; atau menyebutkan beberapa kebaikan Islam, berbagai prinsipnya serta hal-hal lain yang bermanfaat buat masyarakat Islam, baik dalam agama atau akhlak mereka.

Di antara berbagai alat musik yang diperbolehkan hanyalah "rebana". Itupun penggunaannya terbatas hanya saat pesta pernikahan dan khusus bagi para wanita. Kaum laki- laki sama sekali tidak dibolehkan memakainya. Sebab Rasul Shallallahu 'Alahih Wasallam tidak memakainya, demikian pula halnya dengan para sahabat beliau Radhiallahu 'Anhum Ajma'in. Orang-orang sufi memperbolehkan rebana, dan untuk sahabat semua berhati-hatilah dan jauhilah perkara bid'ah sebagaimana dijelaskan dalam sabda rasulullah saw :

"Jauhilah perkara-perkara yang diada-adakan , karena sesungguhnya setiap perkara yang diada-adakan adalah bid'ah. dan setiap bid'ah adalah sesat." 
(HR. Tirmidzi, beliau berkata: hadits hasan shahih).

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, andaikata penjabaran di atas bisa memberikan keterangan dan menambah ilmu bagi siapapun yang membacanya, maka semoga Allah melimpahkan pahalanya kepadaku. Namun seandainya yang telah saya tulis diatas justru mengandung kesalahan, maka itu datangnya dari diriku sendiri sebagai hamba yang teramat lemah lagi mudah diperbudak hawa nafsu, maka semoga Allah mengampuniku.

Wallahu a'lam Bisshowab..Semoga bermanfaat


Sumber Referensi: 

Rasa’ilut Taujihat Al Islamiyah, 1/ 514 – 516.

Hukum Lagu, Musik, dan Nasyid Menurut Syariat Islam, Ustadz Yazid bin Abdul Qodir Jawas -hafizhahullah-, Pustaka at Taqwa, Hal.111-113

Rasa'ilut Taujihat Al-Islamiyah, 1/ 514 - 516. Oleh: Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu


Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar