Nama lengkapnya adalah Umar bin Khattab bin Nufal bin Abd Uzza bin Raba’ah bin Abdillah bin Qurth bin Huzail bin Ady bin Ka’ab bin Luway bin Fihr bin Malik. Dari sini kita ketahui keluarga Umar mempunyai pengaruh dan kekuasaan besar yang keturunannya berasal dari suku Quraisy. Oleh karena itu kebesaran Umar bin Khattab pada hakekatnya mewarisi keturunannya.
Beliau lahir pada tahun 513 M, diriwayatkan bahwa Umar dilahirkan 40 tahun sebelum hijrah Nabi ke kota Mekah, kelahiran Umar merupakan suatu kejadian besar di kalangan suku Quraisy dikarenakan ayah Umar bin Khattab, Al-Khattab merupakan salah satu anggota termuka di tengah suku Quraisy yang mengawini Khantamak yang kemudian melahirkan Umar. Ibu Umar merupakan merupakan keturunan suku Quraisy pula, dengan demikian jelas bahwa Umar bin Khattab memiliki garis keturunan yang terhormat di kalangan Quraisy. Oleh karena itu, wajar jika kemudian kelak beliau menjadi orang yang berpengaruh di samping karena kepribadiannya sendiri.
Garis keturunan Umar bin Khattab bertemu dengan Nabi dalam leluhur generasi ke delapan yang bertemu pada moyang mereka yang bernama Ka’ab. Umar bin Khattab, sebelum memeluk Islam merupakan orang yang sangat benci dengan ajaran baru yang dibawa oleh Nabi Muhammmad. Ketika Umar berusia 27 tahun , Nabi dengan misi risalahnya mampu mempengaruhi keluarga Umar bin Khattab untuk memeluk Islam.
Di antara keluarga Umar bin Khattab yang telah mendapat hidayah dan memeluk Islam adalah Sa’ad bin Zaid, yang merupakan saudara ipar Umar yang telah menikah dengan adik Umar yang bernama Fatimah, yang juga memeluk Islam. Nu’ami bin Abdullah, juga merupakan salah seorang anggota keluarga Umar yang cukup kharismatik telah menyatakan keIslamannya.
Kondisi demikian memberikan pengaruh tersendiri terhadap Umar bin Khattab, sehingga tidak aneh jika Umar merasa geram dengan anggota keluarganya yang telah meninggalkan ajaran nenek moyangnya. Kemarahan Umar bin Khattab tampaknya tidak saja tertuju kepada kelurganya, tetapi juga kepada penyebab utama sehigga keluarganya meninggalkan ajaran lama. Menurut umar, penyebab itu tidak lain adalah Muhammad saw yang telah mengembangkan misinya di daerah Arab. Oleh karena itu, tidak heran jika Umar adalah seorang yang paling keras memusuhi kaum muslim.
Setelah ia menyaksikan keluarga dan sebagian orang Arab menyatakan masuk Islam maka terjadi dialog pemikiran dalam dirinya, dialog itu seperti perenungan yang kadang kala menjadi peperangan untuk menentukan dan mencari hakekat kebenaran.
Diriwayatkan ketika Umar mendapatkan saudaranya sedang melantunkan ayat quran dengan suara yang indah, redamlah emosi Umar. Setelah itu ia menemui Nabi Muhammad dan menyatakan masuk Islam pada tahun keenam dari masa kenabian. Islamnya Umar membawa pengaruh yang besar bagi perjuangan Nabi Muhammad.
Pengangkatan Umar bin Khattab sebagai Khalifah
Sewaktu Abu Bakar jatuh sakit dan terbaring selama 15 hari di tempat tidur, beliau merasakan bahwa kemampuannya dalam memimpin tidak bertahan lama lagi sehingga ia ingin mencalonkan seseorang sebagai penggantinya, pemikiran seperti itu didasarkan atas kepentingan terhadap umat yang memerlukan kepemimpinan dan mencegah terjadinya perpecahan.
Untuk itulah beliau membentuk satu tim untuk memberikan penilaian terhadap orang yang akan dipilih oleh Abu Bakar sebagai penggantinya. Meskipun dari pengalamannya, Abu Bakar benar-benar yakin bahwa tidak ada seorang pun kecuali Umar bin Khattab yang dapat bertanggung jawab terhadap kekhalifahan yang berat itu, namun karena beliau ingin menerapkan sistem musyawarah dan demokrasi, maka beliau meminta pendapat umum melalui tokoh-tokoh masyarakat yang dapat mewakili aspirasi masyarakat umum.
Untuk mewujudkan hal tersebut, beliau menunjuk tim yang terdiri dari Usman bin Affan, Abd al-Rahman bin Auf, Ali bin Abi Thalib dan lain-lain untuk menyepakati pilihan Abu Bakar tentang Khalifah yang akan menggantinya. Pada saat itu semua sepakat untuk memilih Umar sebagai khalifah. Kemudian Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan untuk menulis wasiat kepada Umar bin khattab. Adapun isi wasiat tersebut adalah sebagai berikut:
”Bismillahir-rahmanir-rahim. Ini adalah surat wasiat Abu Bakar pada akhir hayatnya di dunia dan bersiap-siap menuju akhirat, saat-saat di mana orang-orang musyrik beriman dan yang berdosa merasa takut. Saya bertindak menetapkan Umar bin Khattab sebagai khalifahmu. Jika dia bertindak adil dan penuh kasih sayang, itulah yang saya ketahui dirinya dan jika dia dzalim dan tidak adil pada waktu itu, aku tidak dapat meramalkan apa yang tidak dapat dilihat. Saya menginginkan hal yang terbaik untukmu sekalian dengan hal ini dan kepada setiap orang tentang perubahan nasib mereka yang akan terjadi”.
Ketika wasiat itu dibaca di hadapan masyarakat, mereka mendengarkan dengan seksama dan mentaati seluruh isi dari wasiat yang dibacakan tersebut. Abu Bakar ketika itu juga sempat menanyakan kerelaan masyarakat tentang penunjukan Umar bin Khattab sebagai khalifah, masyarakat menyatakan bahwa apa yang dilakukan Umar adalah tepat dan mereka restui.
Prestasi Umar bin Khattab dalam Kepemimpinannya.
Keberhasilan yang dicapai di masa pemerintahan Umar bin Khattab, banyak ditentukan oleh berbagai kebijakan dalam mengatur dan menerapkan sistem pemerintahannya. Kualitas pribadi dan seperangkat pendukung lainnya, tentu juga memiliki andil yang besar dalam pemerintahan Umar bin Khattab. Adapun prestasi yang dicapai pada masa kekhalifahannya antara lain adalah:
1. Perluasan Wilayah Islam.
Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh khalifah Abu Bakar, maka khalifah Umar menganggap bahwa tugas yang pertama ialah mensukseskan ekspedisi yang telah dirintis oleh pendahulunya, maka dari itu pada masa Umar gelombang ekspansi (perluasan wilayah kekuasaan) banyak terjadi antaranya, ibu kota Syria, Damaskus jatuh pada tahun 635 M dan setahun kemudian setelah tentara Bizantium kalah dalam perang Yarmuk, seluruh daerah Syiria jatuh di bawah kekuasaan Islam dengan memakai Syiria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan ’Amr bin Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad bin abi Waqash. Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukkan pada tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh di bawah kekuasaan Islam. Al-Qadasiah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam telah meliputi jazirah Arab, Palestina, Syiria, sebagian besar kota Persia dan Mesir.
Bersamaan dengan ekspansi tersebut, pusat kekuasaan Madinah mengalami perkembangan yang amat pesat. Khalifah telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk melayani tuntunan masyarakat baru yang berkembang. Umar mendirikan dewan-dewan, membangun Baitul Māl, mencetak uang, mengatur gaji, menciptakan tahun hijriah dan sebagainya.
Di samping itu karena wilayah kekuasaan semakin luas, maka wilayah Islam dibagi menjadi unit-unit administratif yang diatur menjadi delapan wilayah propinsi yaitu: Mekah, Madinah, Jasirah, Basrah, kufah, Palestina, dan Mesir.
2. Penataan Struktur Pemerintahan.
Sejalan dengan semakin luasnya wilayah Islam, maka Umar melakukan berbagai macam penataan struktur pemerintahan, anatara lain:
a. Administrasi Pemerintahan.
Penataan administrasi pemerintahan dilakukan Umar dengan melakukan desentralisasi pemerintahan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjangkau wilayah Islam yang semakin luas. Wilayah Islam dibagi dalam beberapa propinsi yaitu ; Mekah, Madinah, Palestina, Suria, Iraq, Persia dan Mesir. Umar yang dikenal sebagai negarawan, administrator, terampil dan cerdas, segera membuat kebijakan mengenai administrasi pemerintahan.
Pembagian Negeri menjadi unit-unit administratif sebagai propinsi, distrik dan sub bagian dari distrik merupakan langkah pertama dalam pemerintahan. Unit-unit ini merupakan tempat ketergantungan efesiensi administratif yang besar. Umar merupakan penguasa muslim pertama yang mengambil kebijakan dengan melakukan disentralisasi semacam itu. Setiap daerah diberi kewenangan mengatur pemerintahan daerahnya tetapi tetap segala kebijakan harus sesuai dengan pemerintahan pusat.
b.Lembaga Peradilan.
Pada lembaga pengadilan Umar tidak lagi memonopoli struktur pengadilan, sudah ada orang-orang yang ditunjuk dan diberi wewenang melaksanakan peradilan pada kasus-kasus tertentu. Urusan pengadilan diserahkan kepada pejabat-pejabat yang diangkat dan diberi nama Qadi. Pemisahan kekuasaan antara kekuasaan yudikatif dan eksekutif oleh Umar belum total sama sekali, sebab khalifah dan juga gubernur-gubernurnya tetap memegang peradilan pada kasus-kasus hukum jinayah yang menyangkut tentang hudud dan qisas. Namun wilayah yang jauh dari pusat khalifah, wewenang itu diberikan.
c. Korps Militer.
Pada masa pemerintahan Umar negara Islam menjadi negara adikuasa yang banyak memiliki wilayah kekuasaan ketika itu Persia dan Bizantium juga ditaklukkan Umar. Kemampuan Umar melakukan ekspansi besar-besaran tersebut tentu tidak bisa lepas dari sistem militer yang tangguh sebagai basis pertahanan dan keamanan negara. Umar membentuk organisasi militer yang bertujuan menjaga kecakapan militer bangsa Arab, untuk itu Umar melarang pasukan Arab menguasai tanah pertanian negri-negri taklukan, sebab penguasaan atas tanah pertanian tersebut dihawatirkan akan melemahkan semangat militer mereka, beliau juga melarang pasukan muslim hidup diperkampungan sipil, melainkan mereka hidup diperkampungan militer, dan Umar tidak ingin tentara memiliki propesi lain seperti dagang, bertani yang mengakibatkan perhatian mereka berkurang terhadap kepentingan militer.
d. Bait al-Mal.
Pendirian bait al-Mal dijadikan Umar sebagai lembaga perekonomian Islam dimaksudkan untuk menggaji tentara militer yang tidak lagi mencampuri urusan pertanian, para pejabat dan staf-stafnya, para qadi dan tentunya kepada yang berhak menerima zakat, adapun sumber keuangan berasal dari zakat, bea cukai, dan bentuk pajak lainnya. Pajak diterima dalam bentuk uang kontan dan barang atau hasil bumi. Setelah terbaginya wilayah kepada beberapa propinsi, bait al mal memiliki cabang-cabang yang berdiri sendiri, cabang-cabang tersebut mengeluarkan dana sesuai dengan keperluan tahun itu dan selebihnya dikirim kepusat.
Demikian beberapa kebijakan politik yang dilakukan oleh Umar bin Khattab dalam pemerintahanya, yang membawa Islam berkembang pesat, baik dari aspek ajaran maupun aspek wilayah teritorial.
Sepanjang karirnya menjadi khalifah selama 10 tahun (13-23 H/ 634-644 M), masa jabatan Umar diakhiri dengan kematian, dimana ia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah, untuk menentukan penggantinya Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar, dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Usman bin Affan sebagai khalifah.
Kepustakaan:
Irfan Mahmud Ra’anah, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khattab, Pustaka firdaus, 1990, Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, UI Press, 1985, Syamsuez Salihima, Kebijakan Umar bin Khattab Dalam Pemerintahan (Makassar; Yayasan Pendidikan, 2005, Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta Timur, 2003, Badri Yatim, MA., Sejarah Peradan Islam Dirasah Islamiyah, RajaGrafindo Persada,1993
Beliau lahir pada tahun 513 M, diriwayatkan bahwa Umar dilahirkan 40 tahun sebelum hijrah Nabi ke kota Mekah, kelahiran Umar merupakan suatu kejadian besar di kalangan suku Quraisy dikarenakan ayah Umar bin Khattab, Al-Khattab merupakan salah satu anggota termuka di tengah suku Quraisy yang mengawini Khantamak yang kemudian melahirkan Umar. Ibu Umar merupakan merupakan keturunan suku Quraisy pula, dengan demikian jelas bahwa Umar bin Khattab memiliki garis keturunan yang terhormat di kalangan Quraisy. Oleh karena itu, wajar jika kemudian kelak beliau menjadi orang yang berpengaruh di samping karena kepribadiannya sendiri.
Garis keturunan Umar bin Khattab bertemu dengan Nabi dalam leluhur generasi ke delapan yang bertemu pada moyang mereka yang bernama Ka’ab. Umar bin Khattab, sebelum memeluk Islam merupakan orang yang sangat benci dengan ajaran baru yang dibawa oleh Nabi Muhammmad. Ketika Umar berusia 27 tahun , Nabi dengan misi risalahnya mampu mempengaruhi keluarga Umar bin Khattab untuk memeluk Islam.
Di antara keluarga Umar bin Khattab yang telah mendapat hidayah dan memeluk Islam adalah Sa’ad bin Zaid, yang merupakan saudara ipar Umar yang telah menikah dengan adik Umar yang bernama Fatimah, yang juga memeluk Islam. Nu’ami bin Abdullah, juga merupakan salah seorang anggota keluarga Umar yang cukup kharismatik telah menyatakan keIslamannya.
Kondisi demikian memberikan pengaruh tersendiri terhadap Umar bin Khattab, sehingga tidak aneh jika Umar merasa geram dengan anggota keluarganya yang telah meninggalkan ajaran nenek moyangnya. Kemarahan Umar bin Khattab tampaknya tidak saja tertuju kepada kelurganya, tetapi juga kepada penyebab utama sehigga keluarganya meninggalkan ajaran lama. Menurut umar, penyebab itu tidak lain adalah Muhammad saw yang telah mengembangkan misinya di daerah Arab. Oleh karena itu, tidak heran jika Umar adalah seorang yang paling keras memusuhi kaum muslim.
Setelah ia menyaksikan keluarga dan sebagian orang Arab menyatakan masuk Islam maka terjadi dialog pemikiran dalam dirinya, dialog itu seperti perenungan yang kadang kala menjadi peperangan untuk menentukan dan mencari hakekat kebenaran.
Diriwayatkan ketika Umar mendapatkan saudaranya sedang melantunkan ayat quran dengan suara yang indah, redamlah emosi Umar. Setelah itu ia menemui Nabi Muhammad dan menyatakan masuk Islam pada tahun keenam dari masa kenabian. Islamnya Umar membawa pengaruh yang besar bagi perjuangan Nabi Muhammad.
Pengangkatan Umar bin Khattab sebagai Khalifah
Sewaktu Abu Bakar jatuh sakit dan terbaring selama 15 hari di tempat tidur, beliau merasakan bahwa kemampuannya dalam memimpin tidak bertahan lama lagi sehingga ia ingin mencalonkan seseorang sebagai penggantinya, pemikiran seperti itu didasarkan atas kepentingan terhadap umat yang memerlukan kepemimpinan dan mencegah terjadinya perpecahan.
Untuk itulah beliau membentuk satu tim untuk memberikan penilaian terhadap orang yang akan dipilih oleh Abu Bakar sebagai penggantinya. Meskipun dari pengalamannya, Abu Bakar benar-benar yakin bahwa tidak ada seorang pun kecuali Umar bin Khattab yang dapat bertanggung jawab terhadap kekhalifahan yang berat itu, namun karena beliau ingin menerapkan sistem musyawarah dan demokrasi, maka beliau meminta pendapat umum melalui tokoh-tokoh masyarakat yang dapat mewakili aspirasi masyarakat umum.
Untuk mewujudkan hal tersebut, beliau menunjuk tim yang terdiri dari Usman bin Affan, Abd al-Rahman bin Auf, Ali bin Abi Thalib dan lain-lain untuk menyepakati pilihan Abu Bakar tentang Khalifah yang akan menggantinya. Pada saat itu semua sepakat untuk memilih Umar sebagai khalifah. Kemudian Abu Bakar memanggil Utsman bin Affan untuk menulis wasiat kepada Umar bin khattab. Adapun isi wasiat tersebut adalah sebagai berikut:
”Bismillahir-rahmanir-rahim. Ini adalah surat wasiat Abu Bakar pada akhir hayatnya di dunia dan bersiap-siap menuju akhirat, saat-saat di mana orang-orang musyrik beriman dan yang berdosa merasa takut. Saya bertindak menetapkan Umar bin Khattab sebagai khalifahmu. Jika dia bertindak adil dan penuh kasih sayang, itulah yang saya ketahui dirinya dan jika dia dzalim dan tidak adil pada waktu itu, aku tidak dapat meramalkan apa yang tidak dapat dilihat. Saya menginginkan hal yang terbaik untukmu sekalian dengan hal ini dan kepada setiap orang tentang perubahan nasib mereka yang akan terjadi”.
Ketika wasiat itu dibaca di hadapan masyarakat, mereka mendengarkan dengan seksama dan mentaati seluruh isi dari wasiat yang dibacakan tersebut. Abu Bakar ketika itu juga sempat menanyakan kerelaan masyarakat tentang penunjukan Umar bin Khattab sebagai khalifah, masyarakat menyatakan bahwa apa yang dilakukan Umar adalah tepat dan mereka restui.
Prestasi Umar bin Khattab dalam Kepemimpinannya.
Keberhasilan yang dicapai di masa pemerintahan Umar bin Khattab, banyak ditentukan oleh berbagai kebijakan dalam mengatur dan menerapkan sistem pemerintahannya. Kualitas pribadi dan seperangkat pendukung lainnya, tentu juga memiliki andil yang besar dalam pemerintahan Umar bin Khattab. Adapun prestasi yang dicapai pada masa kekhalifahannya antara lain adalah:
1. Perluasan Wilayah Islam.
Ketika para pembangkang di dalam negeri telah dikikis habis oleh khalifah Abu Bakar, maka khalifah Umar menganggap bahwa tugas yang pertama ialah mensukseskan ekspedisi yang telah dirintis oleh pendahulunya, maka dari itu pada masa Umar gelombang ekspansi (perluasan wilayah kekuasaan) banyak terjadi antaranya, ibu kota Syria, Damaskus jatuh pada tahun 635 M dan setahun kemudian setelah tentara Bizantium kalah dalam perang Yarmuk, seluruh daerah Syiria jatuh di bawah kekuasaan Islam dengan memakai Syiria sebagai basis, ekspansi diteruskan ke Mesir di bawah pimpinan ’Amr bin Ash dan ke Irak di bawah pimpinan Sa’ad bin abi Waqash. Iskandaria, ibu kota Mesir, ditaklukkan pada tahun 641 M. Dengan demikian, Mesir jatuh di bawah kekuasaan Islam. Al-Qadasiah, sebuah kota dekat Hirah di Iraq, jatuh pada 637 M. Dari sana serangan dilanjutkan ke ibu kota Persia, al-Madain yang jatuh pada tahun itu juga. Pada tahun 641 M, Mosul dapat dikuasai. Dengan demikian, pada masa kepemimpinan Umar, wilayah kekuasaan Islam telah meliputi jazirah Arab, Palestina, Syiria, sebagian besar kota Persia dan Mesir.
Bersamaan dengan ekspansi tersebut, pusat kekuasaan Madinah mengalami perkembangan yang amat pesat. Khalifah telah berhasil membuat dasar-dasar bagi suatu pemerintahan yang handal untuk melayani tuntunan masyarakat baru yang berkembang. Umar mendirikan dewan-dewan, membangun Baitul Māl, mencetak uang, mengatur gaji, menciptakan tahun hijriah dan sebagainya.
Di samping itu karena wilayah kekuasaan semakin luas, maka wilayah Islam dibagi menjadi unit-unit administratif yang diatur menjadi delapan wilayah propinsi yaitu: Mekah, Madinah, Jasirah, Basrah, kufah, Palestina, dan Mesir.
2. Penataan Struktur Pemerintahan.
Sejalan dengan semakin luasnya wilayah Islam, maka Umar melakukan berbagai macam penataan struktur pemerintahan, anatara lain:
a. Administrasi Pemerintahan.
Penataan administrasi pemerintahan dilakukan Umar dengan melakukan desentralisasi pemerintahan. Hal tersebut dimaksudkan untuk menjangkau wilayah Islam yang semakin luas. Wilayah Islam dibagi dalam beberapa propinsi yaitu ; Mekah, Madinah, Palestina, Suria, Iraq, Persia dan Mesir. Umar yang dikenal sebagai negarawan, administrator, terampil dan cerdas, segera membuat kebijakan mengenai administrasi pemerintahan.
Pembagian Negeri menjadi unit-unit administratif sebagai propinsi, distrik dan sub bagian dari distrik merupakan langkah pertama dalam pemerintahan. Unit-unit ini merupakan tempat ketergantungan efesiensi administratif yang besar. Umar merupakan penguasa muslim pertama yang mengambil kebijakan dengan melakukan disentralisasi semacam itu. Setiap daerah diberi kewenangan mengatur pemerintahan daerahnya tetapi tetap segala kebijakan harus sesuai dengan pemerintahan pusat.
b.Lembaga Peradilan.
Pada lembaga pengadilan Umar tidak lagi memonopoli struktur pengadilan, sudah ada orang-orang yang ditunjuk dan diberi wewenang melaksanakan peradilan pada kasus-kasus tertentu. Urusan pengadilan diserahkan kepada pejabat-pejabat yang diangkat dan diberi nama Qadi. Pemisahan kekuasaan antara kekuasaan yudikatif dan eksekutif oleh Umar belum total sama sekali, sebab khalifah dan juga gubernur-gubernurnya tetap memegang peradilan pada kasus-kasus hukum jinayah yang menyangkut tentang hudud dan qisas. Namun wilayah yang jauh dari pusat khalifah, wewenang itu diberikan.
c. Korps Militer.
Pada masa pemerintahan Umar negara Islam menjadi negara adikuasa yang banyak memiliki wilayah kekuasaan ketika itu Persia dan Bizantium juga ditaklukkan Umar. Kemampuan Umar melakukan ekspansi besar-besaran tersebut tentu tidak bisa lepas dari sistem militer yang tangguh sebagai basis pertahanan dan keamanan negara. Umar membentuk organisasi militer yang bertujuan menjaga kecakapan militer bangsa Arab, untuk itu Umar melarang pasukan Arab menguasai tanah pertanian negri-negri taklukan, sebab penguasaan atas tanah pertanian tersebut dihawatirkan akan melemahkan semangat militer mereka, beliau juga melarang pasukan muslim hidup diperkampungan sipil, melainkan mereka hidup diperkampungan militer, dan Umar tidak ingin tentara memiliki propesi lain seperti dagang, bertani yang mengakibatkan perhatian mereka berkurang terhadap kepentingan militer.
d. Bait al-Mal.
Pendirian bait al-Mal dijadikan Umar sebagai lembaga perekonomian Islam dimaksudkan untuk menggaji tentara militer yang tidak lagi mencampuri urusan pertanian, para pejabat dan staf-stafnya, para qadi dan tentunya kepada yang berhak menerima zakat, adapun sumber keuangan berasal dari zakat, bea cukai, dan bentuk pajak lainnya. Pajak diterima dalam bentuk uang kontan dan barang atau hasil bumi. Setelah terbaginya wilayah kepada beberapa propinsi, bait al mal memiliki cabang-cabang yang berdiri sendiri, cabang-cabang tersebut mengeluarkan dana sesuai dengan keperluan tahun itu dan selebihnya dikirim kepusat.
Demikian beberapa kebijakan politik yang dilakukan oleh Umar bin Khattab dalam pemerintahanya, yang membawa Islam berkembang pesat, baik dari aspek ajaran maupun aspek wilayah teritorial.
Sepanjang karirnya menjadi khalifah selama 10 tahun (13-23 H/ 634-644 M), masa jabatan Umar diakhiri dengan kematian, dimana ia dibunuh oleh seorang budak dari Persia bernama Abu Lu’lu’ah, untuk menentukan penggantinya Umar tidak menempuh jalan yang dilakukan Abu Bakar, dia menunjuk enam orang sahabat dan meminta kepada mereka untuk memilih salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Setelah Umar wafat, tim ini bermusyawarah dan berhasil menunjuk Usman bin Affan sebagai khalifah.
Kepustakaan:
Irfan Mahmud Ra’anah, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin Khattab, Pustaka firdaus, 1990, Harun Nasution, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, UI Press, 1985, Syamsuez Salihima, Kebijakan Umar bin Khattab Dalam Pemerintahan (Makassar; Yayasan Pendidikan, 2005, Musyrifah Sunanto, Sejarah Islam Klasik Perkembangan Ilmu Pengetahuan Islam, Jakarta Timur, 2003, Badri Yatim, MA., Sejarah Peradan Islam Dirasah Islamiyah, RajaGrafindo Persada,1993
Artikel Terkait
Tidak ada komentar:
Posting Komentar