Senin, 27 Januari 2014

WAKTU LARANGAN BERPUASA


بِسْــــــــــــــــمِ اﷲِالرَّحْمَنِ اارَّحِيم



“Barangsiapa yang berpuasa sehari pada jalan Allah niscaya Allah akan menjauhkan wajahnya dari api neraka (sejauh perjalanan) 70 tahun.“ (HR. Bukhari)
Shaum atau puasa merupakan suatu Ibadah yang sangat menuntut adanya pengendalian diri kita terhadap hawa nafsu baik dari lapar dahaga, syahwat, maupun pengendalian panca indera kita dari perbuatan-perbuatan dosa. Puasa dapat menjadikan seorang manusia yang memiliki perangai yang hasan, dan puasa juga dapat menjadi sinar hati dan mendidik manusia menuju ke arah ketaqwaan kepada Allah swt.


Dari sisi ganjaran puasa, bahwa tidak ada satu amal ibadat pun yang tidak ditentukan dan dibataskan ganjaran pahalanya selain dari ibadah puasa. Sesungguhnya ganjaran pahala orang yang melakukan ibadah puasa tidak ditetapkan dengan suatu jumlah dan tidak pula dihadkan dengan suatu had tertentu. Diriwayatkan dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu bahwasanya Rasulullah saw bersabda:

“Segala amal kebaikan anak Adam itu dilipat-gandakan pahalanya menjadi sepuluh hingga 700 kali lipat. Allah berfirman: “Kecuali puasa, sesungguhnya puasa itu adalah untukKu dan Aku memberikan balasan (pahala) kepadanya, (kerana) dia (orang yang berpuasa) telah meniggalkan syahwat dan makan minumnya kerana Aku.” 
(HR. Muslim)

Hadits di atas bermakna bahwasanya ganjaran bagi orang-orang yang beribadah tidak terbatas hingga 700 kali lipat seperti ibadah-ibadah lain, ataupun ada suatu nilai ganjaran tertentu. Dengan kata lain, bahwa ganjaran ibadah puasa ini tergantung kepada kehendak Allah swt memberikan nilai terhadap ibadah hambaNya ini. Hal ini tidak lain dan tidak bukan menunjukkan betapa istimewanya ibadah puasa ini di sisi Allah swt. Sehingga pantaslah jika Allah swt menyediakan pintu khusus di surga bagi orang-orang yang menjalankan ibadah puasa. Hal ini sebagaimana hadits Rasulullah saw yang diriwayatkan dari

“Sesungguhnya di dalam surga terdapat satu pintu yang disebut Ar-Rayyan yang mana pada hari Kiamat orang-orang yang berpuasa masuk daripadanya (dan) tidak seorangpun selain mereka memasukinya. Dikatakan: “Dimanakah orang-orang yang berpuasa?” Maka mereka pun berdiri (untuk memasukinya), tidak ada seorangpun selain mereka yang memasukinya. Apabila mereka telah masuk maka pintu itu ditutup sehingga tidak ada seorangpun yang masuk dari padanya.”  
(HR. Bukhari)

Telah kita ketahui bahwa puasa adalah ibadah yang nilainya luar biasa. Namun jika puasa ini dilakukan tanpa aturan, puasa ini justru akan menjadi sumber dosa dan bukan pahala.

“Barang siapa mengamalkan sesuatu amal yang tidak ada perintah kami atasnya, maka amalnya itu tertolak.”
(Shahih Muslim, Syarah Arba’in An-Nawawi hal. 21 ).

Adapun puasa yang terlarang dalam syariat, sebagai berikut :

1. Hari Raya Idul FithriTanggal 1 Syawwal

Telah ditetapkan sebagai hari raya sakral umat Islam. Hari itu adalah hari kemenangan yang harus dirayakan dengan bergembira. Karena itu syariat telah mengatur bahwa di hari itu tidak diperkenankan seseorang untuk berpuasa sampai pada tingkat haram. Meski tidak ada yang bisa dimakan, paling tidak harus membatalkan puasanya atau tidak berniat untuk puasa.

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang puasa pada saat idul fitri dan hari berkurban.” 
(HR. Bukhari 1991, Ibn Majah 1721).

2. Hari Raya Idul Adha

Hal yang sama juga pada tanggal 10 Zulhijjah sebagai Hari Raya kedua bagi umat Islam. Hari itu diharamkan untuk berpuasa dan umat Islam disunnahkan untuk menyembelih hewan Qurban dan membagikannya kepada fakir msikin dan kerabat serta keluarga. Agar semuanya bisa ikut merasakan kegembiraan dengan menyantap hewan qurban itu dan merayakan hari besar.

3. Hari Tasyrik

Hari tasyrik adalah tanggal 11, 12 dan 13 bulan Zulhijjah. Pada tiga hari itu umat Islam masih dalam suasana perayaan hari Raya Idul Adha sehingga masih diharamkan untuk berpuasa. Namun sebagian pendapat mengatakan bahwa hukumnya makruh, bukan haram. Apalagi mengingat masih ada kemungkinan orang yang tidak mampu membayar dam haji untuk puasa 3 hari selama dalam ibadah haji.

“Hari-hari tasyriq adalah hari makan dan minum.”
(HR. Muslim 1141)

4. Puasa sehari saja pada hari Jumat

Puasa ini haram hukumnya bila tanpa didahului dengan hari sebelum atau sesudahnya. Kecuali ada kaitannya dengan puasa sunnah lainnya seperti puasa sunah nabi Daud, yaitu sehari berpuasa dan sehari tidak. Maka bila jatuh hari Jumat giliran untuk puasa, boleh berpuasa. Sebagian ulama tidak sampai mengharamkannya secara mutlak, namun hanya sampai makruh saja.

Janganlah kalian khususkan hari Jum’at dengan berpuasa, dan tidaklah pula malamnya untuk ditegakkan (shalat)”.
(HR Muslim, Kitabus Shiam Bab Makruhnya Puasa Khusus di Hari Jum’at 1144).

5. Puasa pada hari Syak

Hari syah adalah tanggal 30 Sya‘ban bila orang-orang ragu tentang awal bulan Ramadhan karena hilal (bulan) tidak terlihat. Saat itu tidak ada kejelasan apakah sudah masuk bulan Ramadhan atau belum. Ketidak-jelasan ini disebut syak. Dan secara syar‘i umat Islam dilarang berpuasa pada hari itu. Namun ada juga yang berpendapat tidak mengharamkan tapi hanya memakruhkannya saja.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Janganlah mendahului ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali orang yang memiliki kebiasaan puasa sunah, dia boleh melakukannya.”
(HR. Bukhari 1914 dan Muslim 1082).

An-Nawawi mengatakan,

Dalam hadis ini terdapat larangan tegas mendahului ramadhan dengan puasa sehari atau dua hari, bagi orang yang tidak memiliki kebiasaan puasa sunah yang bertepatan dengan hari itu, atau tidak bersambung dengan puasa sunah sebelumnya. Jika bukan karena dua alasan tersebut, statusnya haram. 
(Syarh Shahih Muslim, 7/194)

Contoh : 

Tahun 1984, tanggal 1 ramadhan jatuh pada hari selasa. Bolehkah berpuasa pada hari senin sebelumnya?

Puasa pada hari senin itu boleh bagi 2 orang: 
(1) mereka yang melaksanakan puasa sya’ban, dia sambung puasanya hingga akhir sya’ban
(2) mereka yang terbiasa puasa sunah hari senin.

6. puasa setiap hari (puasa dahr)

Abdullah bin Amr bin Ash radhiyallahu ‘anhuma pernah bertekad untuk puasa setiap hari dan shalat tahajud sepanjang malam. Mengetahui hal ini, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam langsung menegurnya,

“Jika kamu lakukan tekadmu itu, membuat matamu cekung dan jiwamu kecapekan. Tidak ada puasa bagi orang yang melakukan puasa dahr (puasa setiap hari).” 
(HR. Bukhari 1979).

Dalam riwayat lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak ada puasa bagi orang yang puasa abadi.”  
(HR. Bukhari 1977 & Muslim 1159).

Bahkan terdapat ancaman keras bagi orang yang melakukan puasa sepanjang usianya. Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, beliau mengatakan,

“Siapa yang melakukan puasa sepanjang masa, neraka jahannam akan disempitkan untuknya seperti ini.” Kemudian beliau menggenggamkan tangannya.
(HR. Ahmad 19713. Syuaib Al-Arnauth menilai hadis ini shahih mauquf (keterangan Abu Musa).

Al-Hafidz Ibn Hajar menjelaskan,

‘Zahir hadis, jahanam disempitkan baginya dalam rangka mengekangnya, karena dia menyiksa dirinya sendiri dan memaksa dirinya untuk puasa sepanjang masa. Disamping dia membenci sunah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meyakini bahwa selain sunah beliau (dengan puasa sepanjang masa), itu lebih baik. Sikap ini menuntut adanya ancaman keras, sehingga hukumnya haram.’ 
(Fathul Bari, 4/222).

7. Wanita haidh atau nifas

Wanita yang sedang mengalami haidh atau nifas diharamkan mengerjakan puasa. Karena kondisi tubuhnya sedang dalam keadaan tidak suci dari hadats besar. Apabila tetap melakukan puasa, maka berdosa hukumnya. Bukan berarti mereka boleh bebas makan dan minum sepuasnya. Tetapi harus menjaga kehormatan bulan Ramadhan dan kewajiban menggantinya di hari lain.

Dari Abu Sai’d, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Bukankah bila si wanita haid ia tidak shalat dan tidak pula puasa? Itulah kekurangan agama si wanita".
 (HR. Bukhari no. 1951 dan Muslim no. 79)

8. Puasa sunnah bagi wanita tanpa izin suaminya

Seorang isteri bila akan mengerjakan puasa sunnah, maka harus meminta izin terlebih dahulu kepada suaminya. Bila mendapatkan izin, maka boleh lah dia berpuasa. Sedangkan bila tidak diizinkan tetapi tetap puasa, maka puasanya haram secara syar‘i. Dalam kondisi itu suami berhak untuk memaksanya berbuka puasa. Kecuali bila telah mengetahui bahwa suaminya dalam kondisi tidak membutuhkannya. Misalnya ketika suami bepergian atau dalam keadaan ihram haji atau umrah atau sedang beri‘tikaf. Sabda Rasulullah SAW

Tidak halal bagi wanita untuk berpuasa tanpa izin suaminya sedangkan suaminya ada dihadapannya. Karena hak suami itu wajib ditunaikan dan merupakan fardhu bagi isteri, sedangkan puasa itu hukumnya sunnah. Kewajiban tidak boleh ditinggalkan untuk mengejar yang sunnah.

“Seorang wanita tidak boleh puasa (sunah) sementara suaminya ada di rumah, kecuali dengan izinnya.”
(HR. Bukhari 5192, dan Abu Daud 2458).

Demikianlah amalan puasa yang dilarang untuk dilaksanakan. 

Wallahu A’lam bish shawab, semoga bermanfaat..
Artikel Terkait

Tidak ada komentar:

Posting Komentar